Bahasa Aceh termasuk dalam kelompok bahasa Aceh-Chamik

June 16, 2019
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info
Suku Aceh (bahasa Aceh: Ureuëng Acèh) adalah nama sebuah suku penduduk asli yang mendiami wilayah pesisir dan sebagian pedalaman Provinsi Aceh, Indonesia. Suku Aceh mayoritas beragama Islam. Baca juga: Suku Aceh

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas tentang kebudayaan yang dimiliki oleh Suku Aceh, berikut kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki Suku Aceh:




Bahasa

Bahasa Aceh termasuk dalam kelompok bahasa Aceh-Chamik, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia. Bahasa-bahasa yang memiliki kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rhade, Chru, Utset dan bahasa-bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamik, yang dipertuturkan di Kamboja, Vietnam, dan Hainan. Adanya kata-kata pinjaman dari bahasa bahasa Mon-Khmer menunjukkan kemungkinan nenek-moyang suku Aceh berdiam di Semenanjung Melayu atau Thailand selatan yang berbatasan dengan para penutur Mon-Khmer, sebelum bermigrasi ke Sumatera. Kosakata bahasa Aceh banyak diperkaya oleh serapan dari bahasa Sanskerta dan bahasa Arab, yang terutama dalam bidang-bidang agama, hukum, pemerintahan, perang, seni, dan ilmu. Selama berabad-abad bahasa Aceh juga banyak menyerap dari bahasa Melayu. Bahasa Melayu dan bahasa Minangkabau adalah kerabat bahasa Aceh-Chamik yang selanjutnya, yaitu sama-sama tergolong dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat.


Dialek-dialek bahasa Aceh yang terdapat di lembah Aceh Besar terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Tunong untuk dialek-dialek di dataran tinggi dan Baroh untuk dialek-dialek dataran rendah. Banyaknya dialek yang terdapat di Aceh Besar dan Daya, menunjukkan lebih lamanya wilayah-wilayah tersebut dihuni daripada wilayah-wilayah lainnya. Di wilayah Pidie juga terdapat cukup banyak dialek, walaupun tidak sebanyak di Aceh Besar atau Daya. Dialek-dialek di sebelah timur Pidie dan di selatan Daya lebih homogen, sehingga dihubungkan dengan migrasi yang datang kemudian seiring dengan peluasan kekuasaan Kerajaan Aceh pasca tahun 1500.


Sekelompok imigran berbahasa Chamik tersebut mulanya diduga hanya menguasai daerah yang kecil saja, yaitu pelabuhan Banda Aceh di Aceh Besar. Marco Polo (1292) menyatakan bahwa di Aceh saat itu terdapat 8 kerajaan-kerajaan kecil, yang masing-masing memiliki bahasanya sendiri. Perluasan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan pantai lainnya, terutama Pidie, Pasai, dan Daya, dan penyerapan penduduk secara perlahan selama 400 tahun, akhirnya membuat bahasa penduduk Banda Aceh ini menjadi dominan di daerah pesisir Aceh. Para penutur bahasa asli lainnya, kemudian juga terdesak ke pedalaman oleh para penutur berbahasa Aceh yang membuka perladangan.


Pemerintah daerah Aceh, antara lain melalui SK Gubernur No. 430/543/1986 dan Perda No. 2 tahun 1990 membentuk Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA), dengan mandat membina pengembangan adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat dan lembaga adat di Aceh. Secara tidak langsung lembaga ini turut menjaga lestarinya bahasa Aceh, karena pada setiap kegiatan adat dan budaya, penyampaian kegiatan-kegiatan tersebut adalah dalam bahasa Aceh. Demikian pula bahasa Aceh umum digunakan dalam berbagai urusan sehari-hari yang diselenggarakan oleh instansi-instansi pemerintahan di Aceh.


Makanan khas

Masakan Aceh terkenal banyak menggunakan kombinasi rempah-rempah sebagaimana yang biasa terdapat pada masakan India dan Arab, yaitu jahe, merica, ketumbar, jintan, cengkeh, kayu manis, kapulaga, dan adas. Berbagai macam makanan Aceh dimasak dengan bumbu gulai atau bumbu kari serta santan, yang umumnya dikombinasikan dengan daging, seperti daging kerbau, sapi, kambing, ikan, dan ayam. Beberapa resep tertentu secara tradisional ada yang memakai ganja sebagai bumbu racikan penyedap; hal mana juga ditemui pada beberapa masakan Asia Tenggara lainnya seperti misalnya di Laos, namun kini bahan tersebut sudah tidak lagi dipakai.

Makanan

Ayam Tangkap
Nasi Guri
Eungkot Paya
Mie Aceh
Kanji Rumbi
Sate Matang, Dll.


Kudapan

Timphan
Keukarah
Meuseukat
Kanji Rumbi
Pulot
Rujak Aceh, Dll.

Tarian




Tarian tradisional Aceh menggambarkan warisan adat, agama, dan cerita rakyat setempat. Tari-tarian Aceh umumnya dibawakan secara berkelompok, di mana sekelompok penari berasal dari jenis kelamin yang sama, dan posisi menarikannya ada yang berdiri maupun duduk. Bila dilihat dari musik pengiringnya, tari-tarian tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam; yaitu yang diiringi dengan vokal dan perkusi tubuh penarinya sendiri, serta yang diiringi dengan ensambel alat musik.


Tarian-tarian suku Aceh:


Tari Seudati
Tari Rateb Meuseukat
Tari Likok Pulo
Tari Laweut
Tari Pho
Tari Ratoh Duek


Demikian adalah kebudayaan suku Aceh yang dapat saya berikan, semoga informasi ini bermanfaat. Terimakasih.

You Might Also Like

0 comments

stats

Flickr Images