Berani Bisnis Narkoba = Siap Dihukum Penjara Seumur Hidup
September 11, 2018
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
Hukuman Penjara Seumur Hidup Buat yangCoba-coba Bisnis Narkoba
Mantannapi.com - Saya akan berbagi salah satu kisah menarik selama saya di hotel prodeo. Saat di tahanan Polrestabes Bandung saya sekamar dengan kakak beradik dari Aceh. Mereka adalah supir dan tukang cukur. Serta satu orang lagi paketan mereka dengan kasus yang sama berasal dari Tangerang
Kami berempat adalah orang yang paling lama mendekam di sel Polrestabes Bandung. Mungkin karena kasus kita yang tidak biasa dan juga jadi public interest alias jadi konsumsi publik dan masuk media sehingga polisi hati-hati dalam membuat BAP. Serta polisi juga terus mengembangkan karena ada kemungkinan tersangka lain meski akhirnya buntu. Kami hampir 4 bulan di tahanan Polrestabes Bandung sebelum berkas naik ke Kejaksaan dan kami diajukan ke meja hijau. Serta kami pun dipindah ke Rumah Tahanan Klas I Bandungatau yang lebih di kenal Rutan Kebonwaru. Sementara rata-rata tahanan lain hanya 2 bulan di Polrestabes Bandung sebelum kemudian dioper ke rutan. Memang kasus-kasus yang anti mainstream butuh waktu lama bagi polisi untuk menyelesaikan P. 21. Seperti kasus saya (jangan tanya kasus saya, saya maluuu), kasus si Aceh bersaudara, atau kasus konyol si erwin yang iseng sms neror masjid sehingga di kira teroris atau juga kasus si ryan yang bakar orang hidup-hidup hingga tewas ataupun kasus bentrok Geng Motor XTC vs Geng Motor Brigez yang menimbulkan korban jiwa..
Selama di Polrestabes Bandung kami banyak ngobrol seputar latar belakang maupun seputar kasus kami. Mereka juga menyuruh saya untuk menulis kisah kami di internet. Entah apa yang ada dipikiran mereka ketika saya bilang pekerjaan saya adalah blogger. Blogger sih apa? Tanya mereka. Orang-orang yang suka menulis omong kosong di internet, jawab saya.
Si kakak beradik dari Aceh yang keduanya saya panggil Pak Cik sudah lanjut usia. Si kakak berusia lebih 50 tahun, sementara si adik 45 tahunan. Si kakak seorang supir sementara si adik tukang cukur. Sementara teman satunya dari Tangerang bernama Dede. Dia seorang penjaga gudang. Umurnya 32 tahun.
Mengapa mereka bisa berakhir di penjara?
Mereka melakukan kesalahan terbesar dalam hidup mereka yaitu berurusan dengan narkoba. Pak cik ternyata seorang kurir ganja dari Aceh. Muatannya pun tak tanggung tanggung yaitu 4 kuintal ganja yang dia bawa di truk tronton yang disamarkan dengan mainan anak-anak. Menurut pengakuan si adik dia tidak tahu bahwa muatan truknya adalah barang terlarang, sementara si kakak tahu isi muatannya dan tahu pula resikonya jika ditangkap polisi. Kata mereka itu adalah pertama kali mereka membawa ganja karena tuntutan ekonomi. Sementara si Dede adalah penjaga gudang namun bukan gudang biasa karena di dalam gudang berisi berkuintal kuintal ganja siap edar. Mereka adalah satu jaringan namun mereka tidak saling kenal. Mereka hanya dipandu oleh bos mereka melalui sms. Mereka juga tidak pernah bertemu dengan para bos mereka.
Ceritanya pak cik si kurir ditawari ngangkut ganja oleh seseorang kawan lama. Diberi truknya serta upahnya tinggal bawa dengan tujuan Bogor, Jawa Barat. Hanya dipandu lewat sms. Sementara Dede menjemput di jalan tol. Namun semua berantakan karena polisi mengendus kejahatan mereka hingga akhirnya mereka digrebeg BNN Polda Jabar di jalan tol.
Selama ditahanan kami sering ngobrol sambil main kartu dan main catur serta menebak-nebak berapa lama kami akan dipenjara. Si Aceh bersaudara sangat rajin berdoa, mereka menangis dalam tiap doanya bukan hanya untuk dirinya sendiri namun juga buat orang-orang yang ditinggalkannya harus menghadapi kerasnya dunia tanpa seorang ayah, tanpa seorang suami. Mereka tahu bahwa mereka akan dihukum berat namun tidak akan menyangka dengan putusan final hakim nantinya. Karena mereka hanya pion bukan pemilik atau bosnya. Hanya pesuruh rendahan. Si bersaudara dari Aceh malah yakin jika hukumannya hanya hitungan tahun. Bahkan ketika berkas tak kunjung beres dan polisi tak juga memberi kabar perkembangannya si adik berharap bebas. Karena si adik mengaku tidak tahu menahu isi muatan karena memang dirahasiakan oleh si kakak. Saat dites urin pun hasilnya mereka negatif. Berbeda dengan Dede si penjaga gudang. Dia pasrah akan dihukum berat karena dia juga memakai ganja yang digudang sehingga dia positif narkoba. Dia juga mengaku pecandu obat-obatan lainnya seperti sabu-sabu. Dia pun menebak bahwa hukumannya mungkin akan diatas lima tahun, namun dia berharap keajaiban sehingga bisa berkurang.
Saya yang seorang sarjana hukum sering ditanya-tanya mereka lalu jawabku : lah paling hukuman Pak Cik ringan semoga 1-2 tahun, kan cuma kurir, kata saya. Meski itu hanya menghibur mereka saja yang buta hukum. Karena saya pesimis mereka akan cepat menghirup udara bebas karena hukuman pemain narkoba memang sangat berat.
Mereka adalah tulang punggung keluarganya. Si Aceh bersaudara meninggalkan anak istrinya di Aceh. Mereka tidak pernah membesuk sekalipun ke Bandung karena tidak ada biaya. Sementara si Dede mempunyai seorang istri dan dua anak kecil-kecil. Dede bercerita bahwa hidupnya berubah sejak bisnis narkoba. Dia yang awalnya kerja serabutan dan luntang lantung akhirnya bisa nyicil rumah dan mobil sendiri sejak kenal narkoba. Berawal dari pengedar kelas teri hingga jadi penjaga gudang. Memang uang yang menjanjikan dari bisnis narkoba. Tiap ada kiriman dari Aceh dia bisa mendapat puluhan juta. Ganja dari Aceh sendiri di jual 2 juta an perkilo.
Kami juga berjanji kalo sudah keluar bui nanti masih saling berhubungan. Mungkin hanya janji bui. Git besok maen ke Tangerang ya, git besok maen ke Aceh ya, git besok saya maen ke Jawa ya...kata mereka.
Hingga akhirnya berkas kami masing-masing lengkap dan kami dioper ke Rutan Bandung dan siap diajukan ke pengadilan. Mereka lebih dulu berlayar ke rutan.
Di rutan saya masuk blok khusus reskrim sebelum akhirnya pindah ke blok khusus korve, sementara mereka masuk blok khusus narkoba. Sidang kami pun di hari yang sama dan bertempat yang sama yaitu di Pengadilan Negeri Klas I Bandung. Belasan kali mereka disidang. Saya lebih dulu diputus bersalah yaitu vonis 2 tahun subsider 3 bulan kurungan penjara. Sementara mereka masih berjuang di kursi pesakitan. Hingga tiba tuntutan dibacakan yaitu mereka dituntut hukuman mati. Mereka pun menangis sejadi-jadinya. Tak bisa berkata-kata. Teringat keluarga yang menanti di rumah. Mereka hanya bisa pasrah.
Beberapa minggu kemudian hari putusan pun tiba. Vonis mereka lebih ringan dari tuntutan yaitu 15 tahun untuk si adik, 20 tahun untuk si kakak dan hukuman penjara seumur hidup untuk si dede. Jelas lebih berat daripada doa-doa dan harapan mereka selama di polres. Saya lihat foto mereka di koran sedang menangis ketika putusan dibacakan.
Saya pun menemui mereka untuk ikut berduka. Meski sebenarnya dilarang penghuni blok reskrim main ke blok narkoba. Mereka terlihat tegar dan biasa-biasa saja dengan putusan yang menurut saya sangat mengerikan itu. Meski sekilas terlihat kesedihan yang mendalam di mata mereka. Si Dede malah jualan pulsa, git kalo butuh pulsa beli ke aku ya, katanya.
Saya tanya apakah mereka akan banding? Mereka menjawab tidak. Mereka mengaku bersalah dan menerima putusan dengan lapang dada. Lagian aku mah apa atuh, katanya. Karena mereka tidak berduit jadi takut jika banding malah bisa jadi lebih berat dan berakhir vonis mati.
Kini mereka hanya bisa meratapi nasib di balik tembok derita. Apalagi mereka bukan bos narkoba yang bisa hidup enak di bui. Penyesalan tidak lagi berguna. Pak cik yang sudah berusia renta pun mungkin tak akan pernah bisa bertemu lagi dengan keluarganya. Sementara si Dede hanya bisa berharap mendapat grasi dari presiden agar hukumannya dikurangi sehingga dia tidak menghabiskan sisa hidupnya di penjara. Serta bisa berkumpul lagi bersama istri dan kedua anaknya yang masih kecil di rumah. Suatu saat nanti. Meskipun entah itu kapan.
Beberapa waktu kemudian mereka dipindah ke Lapas Narkoba Cirebon. Hingga sekarang saya sudah bebas tidak tahu lagi kabar mereka. Mungkin mereka sudah dipindah lagi ke LP Nusakambangan.
Mungkin dengan terungkapnya kasus mereka ada ribuan generasi muda yang terselamatkan. Mungkin banyak pula orang-orang di luar sana yang berharap orang-orang seperti mereka di hukum mati. Namun saya sebagai sahabat sepenanggungan dan seperjuangan mereka tetap berharap mereka diberi ketabahan dan diberi kesehatan agar bisa berkumpul lagi bersama keluarga masing-masing. Meski saya tidak jago nulis namun akan saya penuhi janji saya bahwa suatu saat akan menulis kisah mereka di blog saya agar kalian bisa membacanya. Semoga mereka masih ingat alamat blog saya. :)
Saya hanya bisa berdoa: Hai sahabat sepenanggungan cepat pulang ya dan semoga suatu saat kita bisa berkumpul lagi ditempat yang jauh lebih baik. Bermain poker dan yang kalah kepalanya diiket pake gelang karet.. :)
Yel-yel bui:
Cangkurileng dina tembok, culang-cileng hayang m***ok... :)
# Buat teman-teman berpikirlah seribu kali untuk mencoba narkotika apalagi menjadi pengedar. Karena selain merusak badan juga hukumannya sangat berat bagi para pelaku, baik pemakai maupun penjual narkoba.
Bunyi UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Pasal 111 UU Narkotika yang berbunyi :
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 114 UU narkotika yang berbunyi :
1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
0 comments