15. Pengaruh Konsentrasi dan Volume Nuclear Polyhedrosis Virus terhadap Kematian Ulat Grayak Kedelai (Spodoptera litura F.)

January 02, 2019
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info
Arifin, M. 1988. Pengaruh konsentrasi dan volume nuclear polyhedrosis virus terhadap kematian ulat grayak kedelai (Spodoptera litura F.). Penelitian Pertanian. 8(1): 12-14.


Muhammad Arifin
Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor


ABSTRACT

Effect of Concentrations and Volumes of Nuclear Polyhedrosis Virus (NPV) on the Mortality of Soybean Common-cutworm (Spodoptera litura F.). The common-cutworm larvae are susceptible to NPV. Therefore, NPV isolated from those larvae is considered as a biological agent to control of the common-cutworm. The objective of the investigation was to determine the effective spray concentration and volume of NPV to control of the common-cutworm larvae. The investigation was conducted using a factorial arrangement in randomized block design with 3 replications. Five levels of NPV concentration and two levels of NPV volume were tested. The result indicated that the effective concentration and volume of NPV were 2.3 x 107 PlBs/ml and 50 ml/m2. At those concentration and volume, the initial mortality of the larvae was observed at 6 days after application, and 80% mortality occured at 12 days after application.


Ulat grayak, Spodoptera litura F. (Lepidoptera, Noctuidae), adalah salah satu hama daun penting pada tanaman kedelai di Indonesia. Pengendalian hama ini secara hayati dengan memanfaatkan musuh alami belum banyak dilakukan meskipun telah diketahui jenis dan daya musuh alami tersebut (3;7).
Nuclear polyhedrosis virus (NPV) adalah salah satu patogen pada ulat grayak. Gejala ulat mati terserang NPV adalah layu terkulai dan tergantung dengan kaki semunya pada tanaman inang. Integumen ulat tersebut sangat rapuh. Apabila integumen ulat robek akan keluarlah cairan hemolims yang berwarna putih-kemerahan. Ciri NPV adalah bentukan inclusion bodies seperti kristal bersegi banyak yang disebut polyhedra. Polyhedra dijumpai di dalam inti sel pada jaringan darah, badan lemak, hipodermis, dan matriks trakea dari serangga inang (9).
Hasil penelitian uji kerentanan (susceptibility) ulat grayak terhadap NPV menunjukkan bahwa ulat grayak rentan terhadap NPV. LC50 NPV pada ulat instar 3 sebesar 4,1 x 105 polyhedra inclusion bodies (PIBs)/ml (2).
Mengingat besarnya potensi NPV dalam mengendalikan ulat grayak, perlu dilakukan penelitian untuk menentukan konsentrasi dan volume efektif terhadap ulat grayak. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan keterangan tentang peranan NPV sehingga dapat dinilai dan dimanfaatkan dalam mengendalikan ulat grayak.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balittan) Bogor pada bulan Januari-Maret 1987. Bahan yang digunakan adalah tanaman kedelai stadia pembungaan (R1 dan R2), ulat grayak instar 2 yang akan berganti kulit, dan suspensi polyhedra.
Kedelai varietas Kerinci ditanam sebanyak 2 batang/rumpun di dalam pot plastik berdiameter 21 cm dan tinggi 19 cm. Pupuk diberikan pada saat tanam sebanyak 330 mg urea, 560 mg TSP, dan 380 mg KCl/rumpun.
Ulat grayak dikumpulkan dari daerah Bogor. Ulat generasi kedua dari lapang dipelihara secara alamiah di rumah kaca dengan pakan berupa tanaman kedelai. Setelah ulat diinokulasikan, tanaman disungkup dengan kurungan plastik tembus cahaya berdiameter 21 cm dan tinggi 100 cm. Kurungan dilengkapi dengan 3 buah lubang dinding dan sebuah lubang atap yang ditutup dengan kain kasa untuk ventilasi udara.

Pembuatan Polyhedra Standar

Ulat grayak mati dengan gejala terserang NPV hasil koleksi dari daerah Lampung Tengah dihomogenasi dengan air suling dan disaring dengan kain kasa berukuran 100 mata jala. Suspensi polyhedra kasar dimurnikan dengan pemutar (centrifuge) selama 15 menit dengan kecepatan 3500 putaran/menit. Endapan yang dihasilkan dicuci dengan air suling dan dimurnikan kembali. Pencucian dilakukan 4 kali. Endapan hasil cucian terakhir merupakan polyhedra standar.
Polyhedra standar (100) diencerkan 10 kali dengan air suling secara berturut-turut sehingga diperoleh seri suspensi 10-1 - 10-4. Konsentrasi suspensi 10-4 ditentukan dengan haemacytometer melalui penghitungan banyaknya PIBs/ml. Berdasarkan penghitungan tersebut, konsentrasi polyhedra standar ditentukan sebesar 2,3 x 109 PIBs/ml.

Pengaruh Konsentrasi dan Volume NPV

Penelitian menggunakan susunan faktorial dalam rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas 2 faktor, yaitu konsentrasi dan volume NPV. Faktor konsentrasi terdiri atas 5 taraf, yaitu 2,3 x 103 sampai 2,3 x 107 PIBs/ml sedangkan faktor volume terdiri atas 2 taraf, yaitu 50 dan 150 ml/m2.
Suspensi polyhedra, dengan konsentrasi dan volume yang sesuai dengan perlakuan, disemprotkan ke tanaman kedelai sebanyak 15 rumpun/m2. Setelah kering angin, ulat instar 2 yang akan berganti kulit diinokulasikan ke tanaman sebanyak 10 ekor/rumpun. Sebagai kontrol, tanaman kedelai yang tidak disemprot NPV diinokulasi ulat dengan jumlah yang sama dengan perlakuan. Ulat yang mati dicatat setiap hari dan ditentukan sebab kematiannya di bawah mikroskop perbesaran 600 kali. Pengamatan dihentikan apabila semua ulat telah menjadi prakepompong di dalam tanah.
Kematian ulat karena NPV untuk masing-masing perlakuan dikoreksi dengan formula Abbott (1) sebagai berikut:
          p - C
P = ------------
        100 - c
di mana:
P = persentase kematian ulat karena NPV;
p = persentase kematian ulat pada perlakuan;
C - persentase kematian ulat pada kontrol.
Selama percobaan berlangsung, rata-rata suhu minimum di dalam rumah kaca adalah 22,40C dan suhu maksimum 33,20C.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kematian ulat dipengaruhi oleh konsentrasi dan volume NPV, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi antara konsentrasi dan volume NPV (Tabel 1).



Kematian ulat meningkat dengan makin meningkatnya konsentrasi dan volume NPV. Kematian ulat 100% dicapai pada konsentrasi 2,3 x 107 PIBs/ml dengan volume 150 ml/m2. Pada konsentrasi 2,3 x 103, dengan volume 50 ml/m2 tidak terjadi kematian ulat (Tabel 2; Gambar 1 dan 2).
Penelitian terdahulu tentang kerentanan ulat grayak terhadap NPV di laboratorium menunjukkan bahwa LC90 NPV pada ulat instar 3 sebesar 4,1 x 105 PIBs/ml (2). Pada penelitian di rumah kaca ini, LC90 NPV sekitar 2,3 x 107 PIBs/ml. Penurunan efektivitas NPV di rumah kaca ini mungkin karena pengaruh radiasi sinar surya terhadap NPV sehingga kematian ulat berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa penulis yang mengemukakan bahwa NPV yang diaplikasikan di bawah sinar surya akan berkurang efektivitasnya (7). Oleh karena itu, untuk mengurangi pengaruh sinar surya terhadap kegiatan NPV dalam mengendalikan ulat grayak, disarankan untuk mengaplikasikan NPV ke permukaan bawah daun.
Awal kematian ulat pada konsentrasi 2,3 x 106 dan 2,3 x 107 PIBs/ml terjadi pada 6 hsa (hari setelah aplikasi) sedangkan pada konsentrasi 2,3 x 103 sampai 2,3 x 105 PIBs/ml terjadi pada 6-11 hsa (Tabel 3). Penelitian tentang histopatologi ulat grayak setelah mendapat perlakuan NPV di Jepang menunjukkan bahwa awal kematian ulat juga terjadi pada 6 hsa (8).


Kematian ulat akibat NPV terjadi tidak seketika pada saat aplikasi dilakukan, karena di dalam tubuh ulat berlangsung proses biologik yang membutuhkan waktu beberapa hari sejak terjadinya infeksi virus hingga ulat mati. Proses tersebut diawali dengan tertelannya polyhedra masuk ke dalam usus ulat. Di dalam usus, terjadi reaksi enzymatik yang bersifat alkalis yang menyebabkan polyhedra larut dan membebaskan virus. Virus bebas mampu menembus dinding usus masuk ke rongga tubuh dan menyerang sel-sel jaringan rentan (9).
Jadi, berbeda dengan insektisida kimiawi yang cepat terlihat hasilnya, penggunaan insektisida biologik ini hasilnya baru tampak beberapa hari setelah aplikasi. Selama selang waktu tersebut kegiatan makan yang dilakukan ulat meskipun berkurang, tetapi masih dapat mengakibatkan kerusakan tanaman (4). Oleh karena itu, untuk mengendalikan ulat, sebaiknya dilakukan segera setelah telur menetas sehingga tidak terjadi kerusakan berat pada tanaman.
Di dalam pengendalian hama terpadu, tujuan pengendalian tidak untuk memberantas habis populasi hama sasaran, tetapi untuk mempertahankan populasi hama tersebut pada tingkat yang tidak membahayakan tanaman. Untuk itu, efektivitas suatu cara pengendalian yang dianjurkan adalah sebesar 80% (6). Dalam penelitian ini, kematian ulat sebesar 80% dicapai pada konsentrasi 2,3 x 107 PIBs/ml dengan volume 50 ml/m2. Pada konsentrasi dan volume tersebut, awal kematian ulat terjadi pada 6 hsa dan waktu kematian ulat sebesar 80% tercapai pada 12 hsa (Tabel 2 dan 3).
Di samping kelemahan-kelemahan NPV, yaitu berkurangnya efektivitas NPV akibat radiasi sinar surya dan daya bunuh NPV yang lambat. NPV juga memiliki beberapa keuntungan, antara lain: mudah ditularkan lewat pakan, hanya menginfeksi serangga hama jenis tertentu, dalam kondisi lingkungan yang menguntung kan dapat menetap (persistent) dalam waktu lama di lapangan, dan mempunyai daya patogenisitas tinggi (5). Mengingat keuntungan tersebut dan efektivitas NPV yang tinggi, maka NPV perlu dimanfaatkan sebagai salah satu faktor kematian penting untuk mengendalikan ulat grayak.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian pengaruh konsentrasi dan volume NPV terhadap tingkat kematian ulat grayak pada tanaman kedelai varietas Kerinci di dalam rumah kaca menunjukkan bahwa:
1. Konsentrasi sebesar 2,3 x 107 PIBs/ml dengan volume semprot sebesar 50 ml/m2 efektif untuk mengendalikan ulat grayak instar 1-3. Pada konsentrasi dan volume tersebut, awal kematian ulat terjadi pada 6 hsa, dan kematian ulat sebesar 80% terjadi pada 12 hsa.
2. Guna lebih mendukung hasil penelitian ini, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang daya rusak tanaman oleh ulat grayak setelah mendapat perlakuan NPV. Penelitian lanjutan hendaknya tidak hanya dilakukan di rumah kaca atau di laboratorium, tetapi juga pada berbagai lingkungan fisik di lapang.

PUSTAKA

1. Abbott, W.S. 1925. A method of computing the effectiveness of an insecticide. J. Econ. Entomol. 18: 265-267.
2. Arifin, M. dan W.I.S. Waskito. 1986. Kepekaan ulat grayak kedelai (Spodoptera litura) terhadap nuclear polyhedrosis virus, pp. 74-78. Dalam M. Syam dan Yuswadi (Eds). Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Vol. I (Palawija). Puslitbangtan, Bogor.
3. Djuwarso, T., A. Naito, H. Matsuura, and A. Kikuchi. 1984. Life table of tobacco cutworm, Spodoptera litura F. in the soybean field. Technical Report at National Agriculture Research Center, Tsukuba, Ibaraki. 8 p.
4. Hall, I.M. 1957. Use of a polyhedrosis virus to control the cabbage looper on lettuce in California. J. Econ. Entomol. 50: 551-553.
5. Maddox, J.V. 1975. Use of diseases in pest management, p. 189-233. In R.L. Metcalf and W.H. Luckmann (Eds). Introduction to insect pest management. John Wiley & Sons, New York.
6. Mumford, J.D. and G.A. Norton. 1984. Economics of decision making in pest management. Ann. Rev. Entomol. 29: 157-174.
7. Okada, M. 1977. Studies on the utilization and mass production of Spodoptera litura nuclear polyhedrosis virus for control of the tobacco cutworm, Spodoptera litura Fabricius. Rev. Plant Protec. Res. 10: 102-128.
8. Okada, M. 1970. A histopathological study on the nuclear polyhedrosis of larva of Spodoptera litura (Fabricius) (Lepidoptera: Noctuidae). Proc. Assoc. Pl. Protec. Kyushu. 16: 40-41.
9. Steinhaus, E.A. 1949. Principles of insect pathology. McGraw Hill Book Company, Inc., New York. 757 p.

You Might Also Like

0 comments

stats

Flickr Images