28. Peranan Musuh Alami Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) pada Berbagai Kondisi Lingkungan Pertanaman Kedelai

January 03, 2019
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info

Arifin, M. 1991. Peranan musuh alami ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada berbagai kondisi lingkungan pertanaman kedelai, pp. 207-214. Dalam Suhirman et al. (Eds.). Prosiding Seminar Nasional Biologi Dasar II. Biologi Dasar dalam Menunjang Produktivitas dan Kualitas Hayati. Bogor, 14 Februari 1990.

Muhammad Arifin
Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor



ABSTRACT

ROLE OF NATURAL ENEMIES OF THE COMMON CUTWORM (Spodoptera litura F.) IN DIFFERENT ENVIRONMENTAL CONDITIONS OF THE SOYBEAN CROPS. MUHAMMAD ARIFIN. An experiment was conducted to evaluate the role of natural enemies of the common cutworm in three kinds of plos: (1) caging of plants by nylon gauze to exclude all natural enemies, (2) covering of soil surface by cotton gauze to prevent all natural enemies of ground fauna, and (3) the untreated plot. All the natural enemies in plot I and that of the ground fauna alone in plot 2 were eliminated 2 weeks before the experiment with insecticides. The survivorship curves of the larvae in plot 1 was relatively straight whereas, in plot 2 and 3 were concave. The shape was more concave when the natural enemies were abundant. Eight species of predators and 1 species of parasite were recorded. They were responsible for 51% loss of the larvae. Predation of first to third instar larvae by earwigs (Euborellia stali Dohrn.), slender beetle (Paederus fuscipes Curt.), and fire ant (Solenopsis geminata Fabr.) were 22, 14, and 6 larvae/day, respectively, and parasitazion of wasp (Snellenius manilae Ashmed) was 41%. It is suggested to use selective insecticides in a selective manner for control the cutworm.

PENDAHULUAN

Salah satu serangga hama penting yang mengakibatkan kehilangan hasil panen melalui perusakan daun kedelai adalah ulat grayak, Spodoptera litura F. (Lepidoptera, Noctuidae). Hama ini sering dikendalikan dengan mengandalkan insektisida yang diaplikasikan secara berjadwal, kadang-kadang dengan frekuensi seminggu 2 kali (Untung, 1988) tanpa didasarkan atas tingkat populasi hama. Penggunaan insektisida menjadi berlebihan sehingga seringkali tidak mengenai sasaran dan mengakibatkan kerugian, baik terhadap pendapatan bersih maupun lingkungan. Cara tersebut dilakukan, antara lain karena kurangnya informasi tentang dampak negatif yang ditimbulkan oleh insektisida terhadap musuh alami.
Di dalam ekosistem kedelai, musuh alami berperan sebagai faktor pengendali populasi ulat grayak agar tetap pada tingkat yang tidak membahayakan tanaman. Peranan musuh alami tersebut mungkin dapat terganggu oleh insektisida sehingga setelah insektisida diaplikasikan, populasi ulat grayak mendapatkan peluang yang lebih besar untuk tumbuh dan berkembang biak. Dugaan tersebut perlu dibuktikan agar tindakan pengendalian dengan insektisida tidak memusnahkan musuh aiami.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai peranan musuh alami ulat grayak pada berbagai kondisi lingkungan pertanaman kedelai. Hasil penelitian penting artinya dalam program pengendalian ulat grayak yang mengkombinasikan penggunaan insektisida secara bijaksana dan pemanfaatan musuh aiami.

BAHAN DAN CARA

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Oktober (musim kemarau) 1989 di Kebun Percobaan Sub-Balai Penelitian Tanaman Pangan Mojosari, Jawa Timur. Ulat grayak diperoleh dari hasil koleksi di daerah Mojosari kemudian dipelihara secara aiamiah dengan tanaman kedelai hingga menjadi kepompong. Ngengat yang muncul dipeiihara dengan larutan madu 10% secara berpasangan hingga menghasilkan telur. Benih kedelai varietas Wilis ditanam di lapang pada 18 petak yang berukuran 49 m2. Barisan tanaman berjarak 40 cm, tanaman dalam barisan berjarak 20 cm dan 2 batang tanaman per-rumpun.
Percobaan menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan 3 ulangan. Petak utama terdiri atas 2 stadia tanaman saat diinokuiasi telur, yaitu pembungaan dan pembentukan poiong, anak petak terdiri atas 3 macam kondisi lingkungan pertanaman kedelai, yaitu: (A) tanaman disungkup kurungan kasa nilon berukuran 1 m3 untuk meniadakan semua jenis musuh alami, (B) permukaan tanah, tempat tanaman ditumbuhkan ditutup kain batis berukuran 9 m2 pada saat tanam untuk menghindari kehadiran musuh alami yang berhabita di permukaan tanah dan (C) tanaman tidak diperlakukan. Semua musuh alami pada lingkungan A dan yang di permukaan tanah pada lingkungan B dimatikan dengan insektisida monokrotofos dan karbofuran pada 2 minggu sebelum inokulasi telur.
Teiur sebanyak 1500 butir diinokulasikan ke tanaman pada bagian tengah petak. Setelah telur menetas, banyaknya ulat instar I dihitung melalul penghitungan banyaknya telur yang tidak menetas. Banyaknya ulat selanjutnya dihitung setiap 2 hari hingga ulat menjadi kepompong. Data yang terkumpul disusun dalam bentuk daftar kehidupan (life table).
Jenis dan banyaknya individu predator ditentukan dengan metode penghitungan langsung bersamaan dengan penghitungan individu ulat grayak. Penghitungan dilakukan pada areal seluas 1 m2 di sekeliling tempat telur diletakkan. Jenis-jenis predator yang ditemukan diuji daya predasinya dengan menghadapkan 50 ekor ulat instar I, II dan III kepada seekor predator selama 3 hari di iaboratorium. Ulat yang dimangsa oleh predator dihitung dan diperbaharui setiap hari. Jenis parasit dan daya parasitasi ditentukan dengan cara (1) mengkoleksi kelompok telur, ulat instar I, II dan III yang terdapat di bagian luar lahan percobaan. Hasil koleksian dipelihara di laboratonum hingga muncul parasit, dan (2) menginokulasikan kelompok teiur, ulat instar I, II dan III ke tanaman pada bagian luar lahan percobaan selama 2 hari kemudian mengkoleksi dan memelihara hasil koleksian di laboratorium hingga muncul parasit. Jenis musuh alami yang belum dikenal diidentifikasi menurut Kalshoven (1981) dan Shepard et al. (1987).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya tahan hidup ulat grayak pada pertanaman kedelai stadia pembungaan dan pembentukan polong yang berkondisi lingkungan A lebih tinggi daripada B dan C, dan yang berkondisi lingkungan B pada ulat berumur muda sama tinggi, tetapi pada ulat berumur sedang dan tua lebih tinggi daripada C (Gambar 1). Hasil survai musuh alami menunjukkan bahwa jumlah jenis dan individu musuh alami pada lingkungan C paling banyak kemudian diikuti oleh B dan yang paling sedikit pada A. Musuh alami yang dijumpai terdiri atas 8 jenis predator dan 1 jenis parasit. Jenis-jenis musuh alami yang mendominasi lingkungan C adalah predator semut api Solenopsis (82%) dan parasit lebah Snellenius (10%) (Tabel 1).




Daftar kehidupan ulat grayak disusun berdasarkan data daya tahan hidup ulat grayak dan hasil survai musuh alami pada berbagai kondisi lingkungan pertanaman kedelai (Tabel 2). Tingkat kematian telur pada ketiga kondisi lingkungan berkisar antara 4-15%. Faktor kematian telur ini karena telur tidak menetas. Tingkat kematian ulat instar I-VI pada lingkungan B dan C lebih banyak daripada A. Tingkat kematian ulat instar I dan II pada B dan C relatif sama, tetapi yang instar III-VI pada C lebih banyak daripada B. Faktor kematian ulat pada iingkungan A umumnya adalah iklim karena musuh alami relatif tidak dijumpai sedangkan pada B dan C selain iklim juga musuh alami.



Daya predasi terhadap ulat instar I-III yang terbesar diperoleh pada predator Euborellia dan Paederus, masing-masing sebanyak 22 dan 14 ekor/hari (Tabel 3). Daya parasitasi Snellenius terhadap ulat insrar I-III sekitar 41% (Tabel 4).
Kurva laju daya tahan hidup ulat grayak pada kondisi lingkungan A berbentuk lurus sedangkan yang pada B dan C berbentuk cekung (Gambar 1). Perbedaan bentuk kurva ini karena pengaruh aplikasi insektisida yang berbeda terhadap peranan musuh alami. Penggunaan insektisida secara intensif pada lingkungan A mengurangi jumlah musuh alami (Tabel 1) sehingga musuh alami tidak mampu berperan sebagai pengendali populasi ulat grayak. Akibatnya, apabila terjadi serangan ulat grayak, populasi ulat akan mendapat peluang yang lebih besar untuk tumbuh.
Di dalam konsep "Pengendalian Hama Terpadu", tindakan pengendalian dengan insektisida dibenarkan apabila populasi hama teiah mencapai ambang ekonomi atau saat terjadinya keseimbangan antara biaya pengendalian dan nilai kehilangan hasil yang diselamatkan oleh tindakan pengendalian hama (Headley, 1972). Hal ini dimaksudkan agar tindakan pengendalian tersebut tidak merugikan, baik secara ekonomi maupun ekologi. Apabila prinsip pengendalian hama ini tidak dipatuhi, maka aplikasi insektisida yang seharusnya menurunkan populasi hama, kenyataannya justru mematikan musuh alami. Akibatnya, musuh alami sebagai faktor pengendali hama menjadi berkurang sehingga popuiasi hama menjadi lebih banyak jika dibandingkan dengan tanpa dilakukan aplikasi insektisida.
Tingkat kematian ulat rataan (dx) pada lingkungan A sebesar 34% (Tabel 2). Nilai ini menunjukkan andil iklim dalam menurunkan laju daya tahan hidup ulat instar I-VI. Berdasarkan data tersebut, andil musuh alami pada lingkungan B atau pada bagian tanaman sebesar nilai dx pada lingkungan B dikurangi nilai dx pada lingkungan A= 65-34= 31%. Dengan cara yang sama, andil musuh alami pada lingkungan C sebesar 85-34= 51%. Andil musuh alami pada permukaan tanah sebesar nilai andil musuh alami pada lingkungan C dikurangi nilai andil musuh alami pada bagian tanaman = 51-31= 20%.
Berdasarkan dominansi jenis musuh alami pada lingkungan C (Tabel 1) dan data tentang daya predasi dan parasitasi (Tabel 3 dan 4), maka musuh alami yang penting adalah predator Euborellia, Paederus, Solenopsis dan parasit Snellenius.
Jumlah jenis musuh alami yang ditemukan dalam penelitian ini dirasa sedikit jika dibandingkan dengan yang dikoleksi oleh Okada et al. (1988). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang peranan berbagai jenis musuh alami yang lain. Jenis-jenis musuh alami, terutama yang penting patut diperhitungkan sebagai salah satu komponen pengendalian ulat grayak. Sehubungan dengan itu, karena tindakan pengendalian dengan insektisida terbukti menurunkan jumlah jenis dan individu musuh alami, maka insektisida seharusnya digunakan bilamana perlu, sebagai cara terakhir apabila populasi ulat grayak tidak dapat dikendalikan dengan cara lain yang lebih aman. Insektisida tersebut haruslah yang bersifat selektif dan digunakan secara selektif terhadap hama sasaran. Dengan cara demikian, pelestarian musuh alami ulat grayak dapat dijamin.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Daya tahan hidup ulat grayak pada pertanaman kedelai yang diapiikasi iebih tinggi daripada yang tidak diaplikasi insektisida.
2. Jumlah jenis dan individu musuh alami pada pertanaman yang diaplikasi lebih sedikit daripada yang tidak diaplikasi insektisida.
3. Andil musuh alami dalam menurunkan laju daya tahan hidup ulat instar I-VI pada bagian tanaman sebesar 31% sedangkan yang pada permukaan tanah sebesar 20%.
4. Musuh alami ulat grayak terdiri atas 8 jenis predator dan 1 jenis parasit. Musuh alami yang berstatus penting adalah predator Euborellia, Paederus dan Solenopsis, masing-masing dengan daya predasi terhadap ulat instar I-III sebesar 22, 14 dan 6 ekor/hari, dan parasit lebah Snellenius dengan daya parasitasi terhadap ulat instar I-III sebesar 41%.
5. Disarankan untuk menggunakan insektisida dengan jenis dan cara yang selektif sebagai pilihan cara terakhir apabila populasi ulat grayak tidak dapat dikendalikan dengan cara lain yang lebih aman.

DAFTAR PUSTAKA

Headley, J.C. 1972. Defining the economic threshold. Dalam Pest control strategies for the future. NAS, Washington, D.C.: 100-108.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of crops in Indonesia. Direvisi dan diterjemahkan oleh P.A. van der Laan. Ichtiar Baru - Van Hoeve, Jakarta.
Okada, T., W. Tengkano dan T. Djuwarso. 1988. An outline on soybean pests in Indonesia in faunistic aspects. Seminar Balittan Bogor, 6 Desember 1988.
Shepard, B.M. A.T. Barrion dan J.A. Litsinger. 1987. Friends of the rice farmer: helpful insects, spiders, and pathogens. IRRI, Los Banos: 136.
Untung, K. 1988. Pengembangan paket pengendalian hama terpadu pada tanaman kedelai. Laporan Rapat Komisi Perlindungan Tanaman, Deptan. Bogor, 24-26 Oktober 1988. II: 1-15.

You Might Also Like

0 comments

stats

Flickr Images