Hukum Bullying & Ujaran Kebencian di Internet (Media Sosial)
September 11, 2018
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
Kumpulan Aturan Hukum Hate Speech dan Bullying Via Internet Terbaru
Beberapa waktu lalu medsos heboh dengan ulah siswi SMA cantik Medan, Sonya Depari Sembiring. Siswi cantik itu dibully gara-gara mengaku anak jenderal dan mengancam polwan saat ditilang karena melanggar ketika melakukan konvoi ujian nasional (UN).
Video Sonya yang membentak dan mengancam Ipda Perida akhirnya menjadi viral di jejaring sosial. Akibatnya, bully dengan maksud memberikan “pelajaran pahit” kepadanya pun, menjadi-jadi. Akun instagramnya pun dipenuhi komentar buruk penuh kebencian dari para netizen. Keadaan itu lalu dinilai sebagai penyebab meninggalnya ayah Sonya, Makmur Depari, akibat serangan jantung. Mirisnya, meski kedua hal itu diduga kuat berkaitan, kata-kata hujatan tetap saja mengalir di media sosial. Kabar terakhirSonya pun depresi.
Perilaku para haters ini termasuk dalam kategori cyber bullying yang sudah mulai memakan banyak korban bahkan di luar negeri menimbulkan bunuh diri dari korbannya. Berbeda dengan model bullying konvensional yang hanya menyangkut aspek fisik (seperti dipukuli, ditampar), verbal (dihina, diejek, difitnah) serta bullying yang sifatnya Relasional (mengisolasi dan mengajak orang lain untuk memusuhi korban). Maka bentuk cyber bullying bisa mencakup kesemuanya dan menjadi lebih berbahaya karena pelaku tidak tampak dan seringkali tidak dikenal. Berbeda dengan bentuk bullying lainnya.
Baca Juga: Hukum dan Kode Etik Fotografi di Indonesia Terbaru
Belajar dari kasus diatas lalu bagaimana nasib korban dan pelaku Bully dan Hate Speech menurut ranah hukum undang-undang di Indonesia. Mengingat betapa mengerikan dampak dari bully di Medsos. Berikut Ulasannya yang admin olah dari beberapa sumber seperti Hukumonline dan forum online Kaskus:
Perbedaan Pengertian Bully dan Hate Speech
Bullying : Bullying merupakan suatu aksi atau serangkaian aksi negatif yang seringkali agresif dan manipulatif, dilakukan oleh satu atau lebih orang terhadap orang lain atau beberapa orang selama kurun waktu tertentu, bermuatan kekerasan, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan. Pelaku biasanya mencuri-curi kesempatan dalam melakukan aksinya, dan bermaksud membuat orang lain merasa tidak nyaman/terganggu, sedangkan korban biasanya juga menyadari bahwa aksi ini akan berulang menimpanya.
Hate Speech : Ucapan kebencian adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual ,kewarganegaraan, agama, dan lain-lain.
Dalam arti hukum, Hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku Pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut. Website yang menggunakan atau menerapkan Hate Speech ini disebut Hate Site. Kebanyakan dari situs ini menggunakan Forum internet dan Berita untuk mempertegas suatu sudut pandang tertentu
Disini kita melihat dua hal yang berbeda namun agak lebih sama ke satu tujuan yaitu untuk menjatuhkan pihak-pihak atau individu, lalu hukuman bagi para pelaku bagaimana ?
Sanksi Pidana Untuk Pelaku Bullying / Penghinaan di Sosial Media
Soal bully dalam bentuk penghinaan yang dilakukan di media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram maupun aplikasi pesan instan seperti BBM, Whatsapp, Line ddl dapat mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”). Pada prinsipnya, tindakan menujukkan penghinaan terhadap orang lain tercermin dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berbunyi:
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Adapun ancaman pidana bagi mereka yang memenuhi unsur dalam Pasal 27 ayat (3) adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 miliar.
Sementara, soal perbuatan penghinaan di media sosial dilakukan bersama-sama (lebih dari 1 orang) maka orang-orang itu dipidana atas perbuatan “turut melakukan” tindak pidana (medepleger).[2] “Turut melakukan” di sini dalam arti kata “bersama-sama melakukan”. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana.
Hukuman Pidana Hate Speech di Internet
Dalam KUHP, perbuatan pidana tersebut bisa dijerat dengan pasal Provokasi dan Hasutan. Namun ada undang-undang lain yang secara spesifik mengaturnya yaitu :
1). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Pasal 4 :
Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa :
a. memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; atau
b. menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan:
1. membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain;
2. berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain;
3. mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau
4. melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.
Pasal 16
Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
2). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 28 ayat (2)
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 45 ayat (2)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Bagaimana jika anda yang menjadi korban Bullying maupun Hate Spech di Internet?
Pengaduan oleh korban penghinaan di media sosial / internet dapat dilakukan melalui Pengaduan Kementrian Komunikasi dan Informatika RI.
Di samping itu, secara hukum, seseorang yang merasa nama baiknya dicemarkan dapat melakukan upaya pengaduan kepada aparat penegak hukum setempat, yakni kepolisian. Terkait ini, Pasal 108 ayat (1) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) mengatur :
(1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tulisan;
(2) …;
(3) …;
(4) …;
(5) …;
(6) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.
Tindakan Preventif melalui SE Hate Speech
Namun untuk diketahui, perbuatan pencemaran nama baik, penghinaan, penistaan, dan lainnya termasuk bentuk ujaran kebencian yang dimaksud Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (“SE Hate Speech”).
Kita sebagai masyarakat yang terlibat dalam perbuatan ujaran kebencian dapat memanfaatkan SE Hate Speech sebagai dasar meminta anggota Polri untuk memediasi atau mempertemukan pelaku dengan korban ujaran kebencian. Hal ini karena salah satu kewajiban anggota Polri apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah pada tindak pidana ujaran kebencian adalah mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban.
Anggota Polri perlu melakukan tindakan preventif dan apabila tindakan preventif sudah dilakukan oleh anggota Polri namun tidak menyelesaikan masalah yang timbul akibat dari tindakan ujaran kebencian, maka penyelesaian dilakukan salah satunya melalui penegakan hukum atas dugaan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian.
Bentuk Ujaran Kebencian
Pada Nomor 2 huruf (f) SE itu, disebutkan bahwa “ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain: 1. Penghinaan,
2. Pencemaran nama baik,
3. Penistaan,
4. Perbuatan tidak menyenangkan,
5. Memprovokasi,
6. Menghasut,
7. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial”.
Aspek
Pada huruf (g) selanjutnya disebutkan bahwa ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:
1. Suku,
2. Agama,
3. Aliran keagamaan,
4. Keyakinan atau kepercayaan,
5. Ras,
6. Antargolongan,
7. Warna kulit,
8. Etnis,
9. Gender,
10. Kaum difabel,
11. Orientasi seksual.
Media
Pada huruf (h) selanjutnya disebutkan bahwa “ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain:
1. Dalam orasi kegiatan kampanye,
2. Spanduk atau banner,
3. Jejaring media sosial,
4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi),
5. Ceramah keagamaan,
6. Media massa cetak atau elektronik,
7. Pamflet.
Pada huruf (i), disebutkan bahwa “dengan memperhatikan pengertian ujaran kebencian di atas, perbuatan ujaran kebencian apabila tidak ditangani dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan, dan atau penghilangan nyawa”.
Prosedur Penanganan Ujaran Kebencian
Adapun, pada nomor 3 SE itu, diatur pula prosedur polisi dalam menangani perkara yang didasari pada hate speech agar tidak menimbulkan diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa dan atau konflik sosial yang meluas.
- Pertama, setiap personel Polri diharapkan mempunyai pemahaman dan pengetahuan mengenai bentuk-bentuk kebencian.
- Kedua, personel Polri diharapkan lebih responsif atau peka terhadap gejala-gejala di masyarakat yang berpotensi menimbulkan tindak pidana.
- Ketiga, setiap personel Polri melakukan kegiatan analisis atau kajian terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya. Terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.
- Keempat, setiap personel Polri melaporkan ke pimpinan masing-masing terhadap situasi dan kondisi di lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan perbuatan ujaran kebencian.
Apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah ke tindak pidana ujaran kebencian, maka setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan, antara lain:
- Memonitor dan mendeteksi sedini mungkin timbulnya benih pertikaian di masyarakat,
- Melakukan pendekatan pada pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian,
- Mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban ujaran kebencian,
- Mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai dan memberikan pemahaman mengenai dampak yang akan timbul dari ujaran kebencian di masyarakat;
Jika tindakan preventif sudah dilakukan namun tidak menyelesaikan masalah, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui upaya penegakan hukum sesuai dengan:
- KUHP,
- UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
- UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,
- UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan
- Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial.
Contoh Kasus Cyber Bullying
Sebagai contoh dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 471 /Pid. Sus /2013/PN.Slmn. Diketahui Terdakwa di akun media sosial miliknya mentweet yang isinya menngatai saksi penjaga kost dengan kata-kata kasar dan tidak pantas. Saksi merasa dirugikan dan merasa dipermalukan atas tuduhan terdakwa yang menyerang harga dirinya, merasa malu dan dirugikan karena kata-kata seperti itu.
Hakim menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan Sengaja dan Tanpa Hak Mendistribusikan dan Mentransmisikan dan Membuat Dapat Diaksesnya Informasi Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama empat bulan dan denda sebesar Rp 1 juta, subsidair satu bulan kurungan.
Memang peraturan seputar Bully dan Hate Spech sangat menarik untuk di kaji karena banyak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Beberapa diantaranya seperti LBH Pers menganggap aturan diatas akan mengancam kebebasan berekspresi. Buat mahasiswa hukum yang ingin membuat skripsi atau makalah cyber bullying sepertinya topik diatas cocok untuk jadi judul bahan skripsi.
0 comments