Kumpulan Cerita Lucu di Penjara: Kisah Abu Nawas Masuk Bui

September 11, 2018
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info

Kumpulan Cerita Lucu di Penjara: Kisah Abu Nawas Masuk Bui

Koleksi Kisah Lucu di Penjara: Cerita Abu Nawas Masuk Bui 

Kali ini admin akan berbagi lelucon cerita humor bertama penjara dengan tokoh si sufi cerdik 1001 malam, Abu Nawas. Sebagai refresing bahwa penjara tidak selalu menghadirkan kisah horor dan pilu namun banyak pula kisah lucu yang menarik dan bikin ketawa.



Berikut Kumpulan Certa Lucu di Penjara Terbaru dan Terbaik 2016:

Abu Nawas Lebih Suka Masuk Penjara
Raja Baginda Harun Al Rasyid mempunyai dua orang putra dari permaisurinya. Anak pertama bernama Al Ma’mun dan yang kedua bernama Al Amin. Kedua putra beliau tersebut mempunyai kepribadian yang berbeda. Al Amin ternyata sangat bodoh dan pemalas sedangkan Al Ma,mun terkenal rajin dan pintar dalam bidang ilmu sastra.

Karena kecerdasan Al Ma’mun sang rajapun lebih menyukainya dari pada Al Amin. Hal ini membuat permaisuri tidak suka, karena sang Raja dianggap pilih kasih. Terjadilah percakapan antara permaisuri dengan sang Raja.

“Suamiku kenapa anda tidak begitu menyayangi Al Amin?” Tanya sang permaisuri Zubaidah.
“Karena ia tidak bisa membuat syair dan tidak kenal ilmu sastra” jawab sang Raja.
“Suamiku, sebenarnya kalau mau Al Amin akan lebih menguasai ilmu sastra daripada saudaranya. Sebenarnya ia lebih cerdas. Ia hanya malas saja,” kata sang permaisuri mencoba membela Al Amin,
“Apa buktinya?.”
“Baik, tidak lama lagi anda akan melihat buktinya.”

Pada suatu siang permaisuri memanggil putranya Al Amin.

“Aku baru saja berdebat dengan ayahmu mengenai dirimu,” kata sang permaisuri kepada putranya tersebut. “Aku tidak rela kamu dipandangnya sebelah mata dan dibandingkan dengan kakakmu. Karena itu kamu harus bisa menandinginya. Mulai sekrang kamu harus tekun mempelajari ilmu sastra, supaya menjadi seorang penyair yang hebat.”

Sorenya Al Amin pergi meninggalkan istana menuju ke sebuah tempat yang sepi. Ditempat itulah ia mencoba mengasah pikirannya yang bebal. Ia berusaha menulis bait bait syair tanpa seorang guru dan tanpa bimbingan siapapun.

Beberapa minggu kemudian setelah merasa mampu menguasai ilmu sastra dan menulis bait-bait syair, Al Amin pulang ke istana.
“Jadi kamu sekarang sudah bisa menulis syair, putraku?” Tanya sang permaisuri Zubaidah ketika menyambut kedatangan putranya tersebut dengan gembira.
“Sudah,” jawab Al Amin.
“Kalau begitu biar besok aku panggil Abu Nawas untuk menguji karya syairmu.”

Esoknya pagi-pagi sekali Abu Nawas sudah muncul di istana memenuhi panggilan permaisuri.
“Abu Nawas, coba kamu dengarkan karya syair putraku ini, “ kata sang permaisuri dengan bangga.
“Baiklah Silahkan,” kata Abu Nawas.

Al Amin lalu membacakan beberapa bait syair sebagai berikut :
“kami adalah keturunan Bani Abbas.
Kami duduk di atas kursi.”

Abu Nawas hampir tidak sanggup menahan tawanya mendengar syair tersebut.
“Bagaimana?” Tanya Al Almin kepada Abu Nawas.
“Ya, begitulah. Kalian memang dari keturunan yang mulia” jawab Abu Nawas ngeledek. “Tapi coba teruskan”.
“Kami berperang dengan pedang dan tombak pendek.”
“Syair macam apa itu!” Celutuk Abu Nawas yang sudah tidak mau berbasa basi lagi.

Al Amin marah sekali mendengar cemooh Abu Nawas tersebut. Lalu ia menyuruh pasukan istana untuk menangkap dan memasukkan Abu Nawas ke dalam penjara.

Selama beberapa hari Abu Nawas tidak pernah muncul di istana, sehingga Raja Harun Ar Rasyid merasa rindu. Belakangan sang Raja mendengar kabar bahwa Abu Nawas dimasukkan ke penjara oleh Al Amin. Ia kemudian mengajak putranya itu ke penjara untuk menjenguk Abu Nawas.

“Kenapa kamu memenjarakannya?” Tanya sang Raja.

Al amin kemudian menceritakan semuanya.

“Yang sangat menyakitkan adalah ia berani mencemooh syair karyaku, ayahanda,” kata Al Amin.

“Tentu saja karena memang karya syairmu jelek. Dia itu kan seorang penyair yang hebat, jadi bisa menilai syair yang bagus dan tidak bagus. Lagi pula apa yang ia katakan itu jangan kamu anggap sebagai ejekan, melainkan sebuah kritikan yang harus kamu terima dengan lapang dada,” kata sang Raja menasehati.

“Baik. Kalau begitu beri lagi aku kesempatan waktu untuk memperbaiki karya syairku,” kata Al Amin sambil beranjak pergi.

Untuk kedua kalinya Al Amin pergi ke tempat yang sepi guna mengasah pikiran dan mendalami ilmu sastra agar bisa menulis syair yang benar-benar bagus, tidak seperti sebelumnya. Dan beberapa pekan kemudian ia kembali ke istana.

Esok paginya baginda Raja Harun Ar Rasyid, Abu Nawas dan beberapa penyair sudah berada di istana. Rupanya pertemuan itu sudah diatur oleh sang permaisuri Zubaidah. Ian ingin mereka mendengarkan karya syair putranya yang baru saja pulang mendalami ilmu sastra.

“Dengarkan karya syair putraku Al Amin,” kata sang permaisuri Zubaidah.
“Baiklah, silahkan,” sahut Abu Nawas.
Al Amin pun mulai membaca karya syairnya,
“Hai bintang yang duduk bersimpuh
Rasanya tidak ada yang setolol kamu
Kamu seperti hidangan kinafah
Yang diolesi dengan minyak biji hardal dan minyak sapi yang kental
Seperti warna seekor kuda belang.”

Begitu selesai mendengar syair tersebut Abu Nawas lalu bangkit dan beranjak dari tempatnya.

“Kemana kamu Abu Nawas?” Tanya sang Raja

“Saya lebih suka balik ke penjara saja, daripada mendengar syair macam itu. Toh, sebentar lagi putramu ini pasti akan menyuruh polisi membawaku ke sana,” jawab Abu Nawas.

Raja tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban Abu Nawas itu. Sementara sang permaisuri Zubaidah hanya bisa duduk bengong. Kini ia sadar dan yakin bahwa putranya Al Amin memang bodoh.

***********************************************

Cerita Lucu: Abu Nawas Lolos dari Hukuman Pancung
Abu Nawas masih mengeram di penjara. Namun begitu Abu Nawas masih bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan memakai tangan orang lain. Baginda berpikir. Sejenak kemudian beliau segera memerintahkan sipir penjara untuk membebaskan Abu Nawas. Baginda Raja tidak ingin menanggung resiko yang lebih buruk. Karena akal Abu Nawas tidak bisa ditebak. Bahkan di dalam penjara pun Abu Nawas masih sanggup menyusahkan orang.

Keputusan yang dibuat Baginda Raja untuk melepaskan Abu Nawas memang sangat tepat. Karena bila sampai Abu Nawas bertambah sakit hati maka tidak mustahil kesusahan yang akan ditimbulkan akan semakin gawat. Kini hidung Abu Nawas sudah bisa menghirup udara kebebasan di luar. Istri Abu Nawas menyambut gembira kedatangan suami yang selama ini sangat dirindukan. Abu Nawas juga riang. Apalagi melihat tanaman kentangnya akan membuahkan hasil yang bisa dipetik dalam waktu dekat.

Abu Nawas memang girang bukan kepalang tetapi ia juga merasa gundah. Bagaimana Abu Nawas tidak merasa gundah gulana sebab Baginda sudah tidak lagi memakai perangkap untuk memenjarakan dirinya. Tetapi Baginda Raja langsung memenjarakannya. Maka tidak mustahil bila suatu ketika nanti Baginda langsung menjatuhkan hukuman pancung. Abu Nawas yakin bahwa saat ini Baginda pasti sedang merencanakan sesuatu. Abu Nawas menyiapkan payung untuk menyambut hujan yang akan diciptakan Baginda Raja.

Pada hari itu Abu Nawas mengumumkan dirinya sebagai ahli nujum atau tukang ramal nasib. Sejak membuka praktek ramal-meramal nasib, Abu Nawas sering mendapat panggilan dari orang-orang terkenal. Kini Abu Nawas tidak saja dikenal sebagai orang yang handal dalam menciptakan gelak tawa tetapi juga sebagai ahli ramal yang jitu.

Mendengar Abu Nawas mendadak menjadi ahli ramal maka Baginda Raja Harun Al Rasyid merasa khawatir. Baginda curiga jangan-jangan Abu Nawas bisa membahayakan kerajaan. Maka tanpa pikir panjang Abu Nawas ditangkap. Abu Nawas sejak semula yakin Baginda Raja kali ini bemiat akan menghabisi riwayatnya. Tetapi Abu Nawas tidak begitu merasa gentar. Mungkin Abu Nawas sudah mempersiapkan tameng. Setelah beberapa hari meringkuk di dalam penjara, Abu Nawas digiring menuju tempat kematian.

Tukang penggal kepala sudah menunggu dengan pedang yang baru diasah. Abu Nawas menghampiri tempat penjagalan dengan amat tenang. Baginda merasa kagum terhadap ketegaran Abu Nawas. Tetapi Baginda juga bertanya-tanya dalam hati mengapa Abu Nawas begitu tabah menghadapi detik-detik terakhir hidupnya. Ketika algojo sudah siap mengayunkan pedang, Abu Nawas tertawa-tawa sehingga Baginda menangguhkan pemancungan.

Beliau bertanya, "Hai Abu Nawas, apakah engkau tidak merasa ngeri menghadapi pedang algojo?"
"Ngeri Tuanku yang mulia, tetapi hamba juga merasa gembira." jawab Abu Nawas sambil tersenyum.
"Engkau merasa gembira?" tanya Baginda kaget.
"Betul Baginda yang mulia, karena tepat tiga hari setelah kematian hamba, maka Baginda pun akan mangkat menyusul hamba ke liang lahat, karena hamba tidak bersalah sedikit pun." kata Abu Nawas tetap tenang. Baginda gemetar mendengar ucapan Abu Nawas. dan tentu saja hukuman pancung dibatalkan.

Abu Nawas digiring kembali ke penjara. Baginda memerintahkan agar Abu Nawas diperlakukan istimewa. Malah Baginda memerintahkan supaya Abu Nawas disuguhi hidangan yang enak-enak. Tetapi Abu Nawas tetap tidak kerasa tinggal di penjara. Abu Nawas berpesan dan setengah mengancam kepada penjaga penjara bahwa bila ia terus-menerus mendekam dalam penjara ia bisa jatuh sakit atau meninggal Baginda Raja terpaksa membebaskan Abu Nawas setelah mendengar penuturan penjaga penjara.

***********************************************

Humor Sufi: Abu Nawas Menanam Kentang
Pagi itu cuaca cerah, Abu Nawas dan istrinya sedang berkebun di ladang milik mereka. Ladang yang terletak tepat di belakang rumah mereka itu cukup luas untuk menanam hasil bumi yang dapat menunjang hidup sekeluarga.
Sambil menyeka keringat yang mulai membasahi kening dan sekujur tubuhnya, Abu Nawas berkata dalam hati "Enak betul orang kaya yang bergelimang harta, mereka tanpa bekerja keras seperti Aku bisa makan enak, hidup nyaman tanpa harus capek bekerja di ladang seperti Aku".
"Kita sudah mencangkul dari pagi, hingga siang hari begini baru sepertiga bagian saja yang bisa Kita cangkul ya istriku". Abu Nawas berkata kepada istrinya. Istrinya hanya tersenyum sambil menjawab " Iya suamiku, Kita harus bekerja lebih keras agar dua hari lagi kita dapat menanam bibit kentang Kita".
Abu Nawas dan istrinya tidak tahu kalau pengawal kerajaan sedang menuju rumah mereka. Setelah sampai didepan rumah Abu Nawas , para pengawal kerajaan segera berteriak memanggil si empunya rumah. "Abunawas . . .Abunawas . . . Dimana Kau . . . lekas kemari!" Abu Nawas yang mendengar teriakkan memanggil namanya bergegas datang.
Betapa terkejutnya Abu Nawas begitu mendekat sumber suara yang memanggilnya tadi, tanpa diduga tiba-tiba ia disergap dan ditangkap seperti layaknya penjahat.
"Hai apa-apaan ini lepaskan Aku, apa salahku?" Sambil berontak Abu Nawas berusaha melawan dan melepaskan diri. "Diam Kau Abu Nawas , tidak usah berontak . . . Kami kesini ditugaskan Sultan untuk menangkapmu!" bentak pengawal yang merangket Abu Nawas .
——-
Istri Abu Nawas yang melihat kejadian itu hanya bisa berteriak dan menangis. "Lepaskan suamiku . . . lepaskan suamiku, tuan . . . apa salahnya sehingga tuan menangkapnya?" Pengawal yang sedang berusaha mengikat Abu Nawas ke kudanya itu segera melotot ke arah istri Abu Nawas. "Diam Kau . . . Kami hanya menjalankan tugas untuk menangkap dan menghukum Abu Nawas !"
Akhirnya dengan diiringi tangis istrinya, Abu Nawas ditangkap dan dibawa kepenjara kerajaan. Abu Nawas hanya bisa mengumpat dalam hati, Lihat saja kalian . . . akan kubalas perbuatan kalian . . . istriku sabarlah pasti Aku pulang kerumah secepatnya."
Abu Nawas hanya bisa berjalan terseok-seok dengan tangan terikat yang ditarik kuda para pengawal kerajaan itu. Para pengawal terus tertawa senang melihat penderitaan Abu Nawas sambil terus mempermainkan tali ikatan tangan Abu Nawas. Sehingga sesekali Abu Nawas terjatuh atau terseret karena kelakuan para pengawal tersebut.
Setelah menempuh perjalanan satu hari satu malam dan tiga kali berhenti untuk beristirahat, akhirnya sampailah mereka ke penjara kerajaan. Segera Abu Nawas dimasukkan dalam sel yang lembab, kotor, sempit dan gelap.  Hai sampai kapan Aku di kurung di sini . . . apa salahku? teriak Abu Nawas ketika para pengawal itu mau meninggalkanya.  Pikir saja sendiri apa salah mu Ali . . . dan sampai kapan Kau di sini kami tidak peduli! Jawab pengawal itu ketus sambil berlalu.
Abun Nawas hanya bisa merenungi nasibnya sambil berpikir bagaimana caranya supaya ia dapat keluar dari penjara itu. Ia teringat istrinya dirumah, kasihan istrinya tentu ia merasa sedih dan bingung atas kejadian yang menimpanya kini. Abu Nawas juga teringat ladangnya yang belum selesai ia tanami kentang, dan membayangkan betapa repotnya sang istri mengurus ladang seorang diri.
Setelah lama merenung dan berpikir akhirnya Abu Nawas menemukan ide. Segera ia menulis surat untuk istrinya di rumah, dan isi surat itu berbunyi,
——————————– AWAL SURAT ABU NAWAS ——————————
Istriku tercinta,
Jangan bersedih dengan keadaanku sekarang ini, Aku baik-baik saja. Sepeninggalku tak usah Kamu kuatir bagaimana kamu menghidupi dirimu sendirian.
Istriku tercinta,
Ketahuilah kalau Kita masih punya simpanan harta karun yang berupa emas, permata dan berlian. Semua itu Aku kubur di ladang kentang di belakang rumah Kita. Cobalah Kau gali pasti Kau akan menemukannya. Gunakanlah untuk mencukupi kebutuhannmu selama Aku di sini.
Suamimu tercinta,
Abu Nawas
——————————– AKHIR SURAT ABU NAWAS ——————————
Setelah selesai menuliskan surat tersebut, Abu Nawas memanggil penjaga dan memintanya untuk mengantarkan surat itu kepada istrinya. Penjaga yang dititipi surat itu penasaran dan membuka surat Abu Nawas untuk istrinya tersebut. Setelah mengetahui isi surat tersebut, sang penjaga melaporkan kepada Sultan Harun Al Rasyid.
Begitu membaca surat Abu Nawas untuk istrinya tersebut Sultan memerintahkan beberapa pengawalnya untuk pergi kerumah Abu Nawas. Para pengawal tersebut diperintahkan untuk menggali ladang kentang milik Abu Nawas dan mengambil harta karun yang ada di ladang tersebut.
Tak berapa lama kemudian sampailah para pengawal kerajaan di rumah Abu Nawas. Tanpa permisi mereka lalu menuju ke ladang kentang milik Abu Nawas. Mereka menggali ladang kentang tersebut. Istri Abu Nawas yang tidak tau apa-apa heran melihat banyak pengawal menggali ladang kentangnya. Tapi dalam hatinya senang juga karena pekerjaan mencangkul ladang sekarang sudah ada yang mengerjakannya meskipun Abu Nawas tidak ada dirumah.
Sudah seluruh tanah di ladang milik Abu Nawas digali tapi tidak ada harta karun yang dijumpai. Akhirnya para pengawal itu memutuskan untuk menghentikan penggalian dan kembali ke kerajaan dan melaporkan kejadian itu kepada Sultan.
Abu Nawas yang mendengar para pengawal sudah kembali dari rumahnya kemudian menulis surat lagi untuk istrinya.
——————————– AWAL SURAT ABU NAWAS ——————————
Istriku tercinta,
Sultan sudah sangat baik mengirimkan para pengawalnya untuk membantu Kita mengolah tanah di ladang. Sekarang ladang Kita sudah dicangkul semua.
Sekarang Kamu tentu lebih mudah menanam kentang, tidak usah repot lagi mencangkul ladang sebegitu luas.
Sabarlah istriku, Aku akan cepat pulang karena Sultan orang yang bijaksana. Beliau tahu kalau Aku tidak bersalah. Pasti sebentar lagi Aku akan dibebaskan.
Suamimu,
Abu Nawas
——————————– AKHIR SURAT ABU NAWAS ——————————
Surat itu lalu dititipkan kepada penjaga penjara untuk disampaikan kepada istrinya di rumah. Dan sesuai dugaan Abu Nawas, surat itu disampaikan ke Sultan oleh penjaga penjara. Setelah tahu isi surat itu, Sultan merasa malu kepada dirinya sendiri.
Sebagai seorang Sultan yang berkuasa tidak sepantasnyalah Beliau penjarakan Abu Nawas dengan alasan yang tidak jelas. Beliau sadar akan kekeliruannya itu, kemudian memerintahkan pengawalnya untuk membebaskan Abu Nawas dari penjara.

***********************************************

Bonus Jokes: Cerita Kocak Tuti Masuk Hotel Prodeo



Tuti seorang janda kembang dan ia adalah mantan napi yang ingin berkeluarga lagi. Ketika mendekati hari perkawinannya, wanita itu tampak bingung dan gugup. Lalu ia datang ke seorang dokter psikiater.

"Dokter, saya sudah lama tidak menikah karena hidup dalam penjara. Sekarang saya akan menikah lagi. Tapi saya gugup dan bingung. Sebaiknya apa yang harus saya lakukan pada malam pertama di kamar pengantin, Dokter?"

"Lakukan seperti saat Anda masuk kamar pengantin bersama suami Anda yang dulu."




"Dokter yakin itu hal yang baik?"

"Saya rasa, ya"

Sehari setelah malam perkawinan Tuti wanita mantan napi itu, sang dokter terkejut membaca berita di koran tentang pembunuhan yang dilakukan seorang pengantin perempuan terhadap pengantin lelaki pada malam pertama pasangan itu masuk ke kamar pengantin. Perempuan yang membunuh suaminya itu adalah Tuti wanita mantan napi itu sendiri. Sang Dokter penasaran dan menemui Tuti si Wanita napi dalam penjara.

"Mengapa Anda membunuh suami Anda?"

"Saya mengikuti saran Anda, Dokter. Karena dulu ketika saya jadi penagantin, begitu masuk kamar, saya membunuh suami saya, makanya saya dipenjara...

Dokter : *&%6& (minum sianida )

* Diolah dari berbagai sumber.


You Might Also Like

0 comments

stats

Flickr Images