Pro Kontra Ruang Biologis, Kamar Bercinta Tahanan dan Napi di Penjara
September 11, 2018
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
Perlukah Ruang Biologis, Bilik Bercinta Para Tahanan dan Napi di Indonesia?
Selama menjalani masa hukuman di Rutan Bandung dan menjadi tamping Kepala Rutan seminggu dua kali pasti ada surat izin berobat seorang napi. Boleh di bilang dia merupakan napi berpengaruh di sana. Seorang terpidana tipikor. Punya banyak uang sehingga bebas keluar masuk penjara. Izin keluarnya dengan alasan kontrol penyakitnya. Kemudian pulang ke Rutan diantar cewek muda nan cantik. Memang beliau sering di besuk cewek-cewek muda yang selalu berpenampilan seksi. Sudah bukan rahasia beliau izin berobat sekaligus memenuhi kebutuhan biologisnya.
Memang mereka yang punya uang masih bisa bercinta meski di penjara. Seperti teman saya di tahanan Polda Jabar yang bisa keluar tahanan semalam untuk bercinta dengan istri dengan membayar sejumlah uang pada polisi.
Memang belum ada aturan hukum di Indonesia yang memperbolehkan lapas atau rutan untuk menyediakan bilik bercinta. Sehingga mereka yang berduit melakukan penyelundupan hukum dengan menyuap petugas polsuspas.
Baca Juga: Foto Sipir / Polsuspas Cantik Indonesia
Masih ingat jelas istri cantik terpidana korupsi Fathanah, yang meminta disediakan bilik bercinta. Ya Sefti Sanustika memohon kepada pemerintah agar disediakan tempat untuk melakukan hubungan intim dengan sang suami.
Foto Sefti Sanustika |
Fenomena Prostitusi di Balik Bui
Beberapa tahun lalu ada satu kisah yang terungkap media Posmetro seputar bisnis pelacuran terselubung di dalam LP Tanjung Gusta, Medan. Ada mucikari memasok para wanita PSK panggilan untuk kalangan napi berduit. Mendatangkan cewek bookingan ke penjara guna memuaskan hasrat seks, bisa dilakukan kapan saja, yang penting uang ada. Memang bagi Napi atau tahanan kaya yang butuh layanan seks komersil, 'banyak jalan' guna menghadirkan perempuan muda pemuas birahi. Tak disangkal: eksisnya bisnis pelacuran di balik bui Tanjung Gusta adalah buntut pengawasan yang lemah dari para petugas penjara.
Ruang Bercinta Perlu Dibuat di Penjara
Wacana untuk membuat bilik asmara / ruang keluarga / family room di rutan dan lapas sudah menjadi wacana sejak lama di Indonesia namun belum pernah ada keputusan resmi dari pemerintah dan institusi penegak hukum. Beberapa rutan dan lapas sudah menerapkannya, antara lain Rutan Polda Sumatera Utara, Rutan Polda Metro Jaya, Rutan/Lapas Cipinang, Rutan/Lapas Salemba dan Rutan Mako Brimob Kelapa Dua, rutan dan lapas lain belum menerapkannya.
Polresta Medan sudah menyediakan ruang biologis untuk para tahanan. Ruang biologis itu terletak di gedung Tahti Polresta Medan. Ukurannya sekitar 2 ×4 meter. Ruangan ini adalah khusus diperuntukan bagi seorang napi dengan suami atau istrinya yang sah yang ingin menunaikan hajatnya saat berada dalam masa kurungan tahanan.
Setiap hari pasti ada saja tahanan menggunakan ruang biologis di Mapolresta Medan. Namun para penggunanya harus pasangan suami istri yang bisa menunjukkan surat nikah resmi kepada petugas jaga. Biasanya, setelah keluar dari ruang biologis, si pemakai kamar akan tertunduk malu.
Pro - Kontra Ruang Biologis di Indonesia Terbaru 2016
Hal positif sekaligus hal negatif apabila ruang keluarga jadi terealisasi baik di penjara pria maupun penjara wanita. Setiap kebijakan pasti akan menimbulkan permasalahan baru yang akan membuat pro dan kontra di masyarakat. berikut beberapa hal positif dan negatif menurut pendapat dari seorang Kompasiana.
Sumber: Kompasiana.com
Hal Positif:
- Selama ini tersangka dan terdakwa korupsi suka tidak mengaku dan berbelit-belit. Penyidik harus pintar, misal ada ruang keluarga, maka syaratnya mereka harus jujur mengakui perbuatannya dan membuka siapa-siapa saja yang terlibat, kemungkinan besar mereka akan bersedia, asal diperbolehkan berhubungan suami istri di ruang keluarga tersebut.
- Dengan rutin berkumpul bersama di ruang keluarga di rutan dan lapas, maka tingkat perselingkuhan istri-istri tahanan dan narapidana yang kesepian dan menyalurkan dengan orang yang salah akan menurun, sehingga tingkat stress dan bunuh diri tahanan dan narapidana akibat ditinggal dan diceraikan istrinya akan menurun juga.
- Dengan rutin berkumpul bersama di ruang keluarga di rutan dan lapas, maka angka pemerkosaan sesama lelaki dan homo seksual di rutan dan di lapas akan menurun bahkan hilang, bukan rahasia lagi, tahanan dan narapidana menjadi homo seksual, berhubungan sex sesama lelaki demi mencari lubang yang bisa menjepit karena tak kuat menahan hasrat seksual yang timbul.
- Akan menghidupkan roda perekonomian koperasi di rutan dan lapas, sebab barang-barang seperti tissue, kondom, obat kuat, minuman suplemen, selimut, lingerie dan Celana Dalam akan laku dan banyak dibeli orang.
Hal Negatif
- Bisa menjadi ajang bisnis petugas rutan dan lapas, penggunaan ruangan keluarga yang seharusnya gratis potensial dikomersialkan
- Bisa terjadi antrian panjang untuk pemakaian ruangan keluarga tersebut, ambil contoh, misalkan pemakaian ruangan hanya diperbolehkan saat jam besuk, yang kemungkinan 2 jam, bagaimana jika ada seseorang yang ML nya lama, sampai gonta-ganti gaya dan posisi belum keluar-keluar juga, sementara di luar ruangan sudah antri dan tegang sendiri menahan gejolak asmara
- Bisa terjadi pemalsuan buku nikah, pasangan yang tidak menikah namun akan memanfaatkan ruangan tersebut, akan berusaha mendapatkan buku nikah palsu.
- Petugas akan bingung menerapkan aturan buat tahanan atau narapidana yang berpoligami, apakah sebulan 1X untuk tiap tahanan/narapidana? Atau sebulan 1X untuk masing-masing istri tahanan/narapidana?
Adakah hak Tahanan dan Narapidana untuk melakukan hubungan suami-istri di dalam Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan?
Sumber: Hukumonline.com
Sampai saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak tahanan maupun narapidana untuk melakukan hubungan biologis antara suami istri di dalam LAPAS maupun RUTAN.
Untuk lebih jelasnya, kami akan uraikan hak-hak tersangka/terdakwa, dan hak-hak narapidana.
1. Hak-hak tersangka:
- Menghubungi dan didampingi pengacara.
- Segera diperiksa oleh penyidik setelah 1 hari ditahan.
- Menghubungi dan menerima kunjungan pihak keluarga atau orang lain untuk kepentingan penangguhan penahanan atau usaha mendapat bantuan hukum.
- Meminta atau mengajukan pengguhan penahanan.
- Menghubungi atau menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan.
- Menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarga.
- Mengirim surat atau menerima surat dari penasehat hukum dan sanak keluarga tanpa diperiksa oleh penyidik/penuntut umum/hakim/pejabat rumah tahanan Negara.
- Menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan.
- Bebas dari tekanan seperti; diintimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik.
2. Hak-hak narapidana berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU 12/1995 adalah sebagai berikut:
- melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
- mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
- mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
- mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
- menyampaikan keluhan;
- mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;
- mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
- menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya;
- mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
- mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;
- mendapatkan pembebasan bersyarat;
- mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
- mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pernah ada wacana di DP mengenai pembuatan ruangan khusus untuk hubungan suami istri, tetapi hal tersebut belum direalisasikan dan masih ditelaah lebih lanjut. Namun khusus untuk narapidana, mungkin sebagai cara lain, hubungan suami istri tersebut dapat dilakukan pada saat narapidana mengambil cuti mengunjungi keluarga.
Berdasarkan Pasal 42 PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, cuti mengunjungi keluarga tersebut diberikan paling lama 2 (dua) hari atau 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam. Izin cuti tersebut diberikan oleh Kepala LAPAS dan wajib diberitahukan kepada Kepala Balai Pemasyarakatan setempat. Dengan catatan bahwa tidak semua narapidana bisa mendapatkan cuti tersebut.
Berdasarkan Pasal 3 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.03-PK.04.02 Tahun 1991 tentang Cuti Mengunjungi Keluarga Bagi Narapidana (“Kepmen 1991”), narapidana yang dapat diberikan cuti mengunjungi keluarga ialah yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. masa pidananya 3 (tiga) tahun atau lebih;
b. tidak terlibat perkara lain yang dijelaskan dalam surat keterangan dari pihak Kejaksaan Negeri setempat;
c. telah menjalani ½ (setengah) dari masa pidananya;
d. berkelakuan baik dan tidak pernah melakukan pelanggaran tata tertib serta setiap tahun mendapat remisi;
e. adanya permintaan dari salah seorang keluarganya (isteri/suami, anak kandung/angkat/tiri, orang tua kandung/angkat/tiri/mertua, saudara kandung/angkat/tiri/ipar, keluarga dekat lainnya sampai dengan derajat kedua), yang harus diketahui oleh Ketua RT dan Lurah/Kepala Desa setempat;
f. adanya jaminan keamanan termasuk jaminan tidak akan melarikan diri yang diberikan oleh :
1) keluarga narapidana yang bersangkutan, dengan diketahui oleh Ketua RT dan Lurah/Kepala Desa setempat;
2) BAKORSTANASDA setempat, khusus bagi narapidana subversi.
g. telah layak menurut pertimbangan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lapas berdasarkan Laporan Penelitian dari Balai BISPA tentang pihak keluarga yang akan menerima narapidana, keadaan lingkungan masyarakat sekitarnya dan pihak-pihak lain yang ada hubungannya dengan narapidana yang bersangkutan.
Tetapi terhadap hal tersebut terdapat pengecualian, yaitu cuti mengunjungi keluarga tidak dapat diberikan kepada (Pasal 4 Kepmen 1991):
a. narapidana yang terancam jiwanya;
b. narapidana yang diperkirakan akan mengulangi tindak pidana apabila diberi izin cuti mengunjungi keluarga;
c. narapidana residivis;
d. narapidana warga negara asing bukan penduduk indonesia; atau
e. narapidana yang melanggar tata tertib keamanan dalam Lapas sesuai Pasal 68 Peraturan Penjara (Staatsblad 1917 Nomor 708).
Demikian update informasi Mantannapi kali ini. Semoga bermanfaat dan dapat menjadi sumber referensi anda semua. Salam.
0 comments