27. Kehilangan Hasil Kedelai Orba karena Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) di Semi Lapang
January 30, 2019
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
Arifin, M. 1989. Kehilangan hasil kedelai Orba karena ulat grayak (Spodoptera litura F.) di semi lapang, pp. 324-337. Dalam S. Hardjosumadi et al. (Eds.). Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Balittan Bogor, 13-14 Pebruari 1989. Volume 2.
Muhammad Arifin
Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor
ABSTRACT
Yield Loss Assessment for The Common Cutworm (Spodoptera litura F.) on Soybean under A Semi-field Condition. The effect of 5 levels of common cutworm populations on yield of soybean variety Orba was evaluated under a semi-field condition at each of 5 stages of plant growth by measuring leaf damage, yield components, and yield. Leaf damages caused by 0,5 larvae/stem at any plant stage did not significantly reduce the yield components and yield of soybean. Simple regression techniques were used to develop equations for increasing the leaf damage, and decreasing yield components ard yield at any plant stage as functions of larval populations. Based on relationship between the larval population and percentage of yield reduction in soybean, a method to calculate the economic threshold of common-cutworm was discussed.
Serangga hama kedelai di Indonesia terdapat lebih dari 20 jenis. Salah satu di antaranya yang berstatus hama penting adalah ulat grayak, Spodoptera litura F. (Lepidoptera, Noctuidae). Hama ini menimbulkan kerusakan daun sejak stadium vegetatif hingga pengisian biji sehingga mengakibatkan kehilangan hasil.
Penelitian kehilangan hasil kedelai akibat serangan ulat grayak dan hama daun lainnya selama ini banyak dilakukan secara buatan dengan perompesan (defoliasi) melalui pengguntingan daun (7). Hal ini karena serangan beberapa jenis hama daun sering bersamaan dan gejala kerusakan oleh masing-masing jenis hama daun sukar dibedakan. Cara perompesan buatan ini meskipun mudah dilakukan, tetapi mempunyai kelemahan karena dinamika proses perompesan oleh hama daun dan kemampuan tanaman mengkompensasi kerusakan daun tidak diperhitungkan (1,4). Mengingat kelemahan cara tersebut, maka penentuan kehilangan hasil kedelai oleh ulat grayak dilakukan dengan membandingkan hasil tanaman sehat dan yang diinfestasi serangga dalam.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh infestasi ulat grayak pada berbagai stadia tanaman kedelai Orba terhadap kerusakan daun, komponen hasil dan hasil di semi lapang. Hasil penelitian ini digunakan untuk memperkirakan nilai ambang ekonomi ulat grayak.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Oktober 1986 di Kebun Percobaan Cikeumeuh, Bogor. Bahan utama penelitian adalah ulat grayak dan kedelai Orba.
Ulat grayak yang digunakan berasal dari kelompok telur yang diperoleh dari lapang di Bogor. Telur yang menetas dipelihara secara alamiah dengan daun kedelai di rumah kaca hingga mencapai ulat instar III.
Benih kedelai ditanam di lapang dalam bak beton berukuran 75 cm x 75 cm sebanyak 6 rumpun. Barisan tanaman berjarak 40 cm, antar tanaman dalam barisan berjarak 20 cm, dan 2 batang tanaman/rumpun. Pupuk diberikan pada saat tanam sebanyak 330 mg urea, 560 mg TSP, dan 380 mg ZK/rumpun.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak terpisah. Petak utama terdiri atas 5 stadia pertumbuhan tanaman dan anak petak terdiri atas 5 tingkat populasi ulat. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali.
Tanaman berumur 25, 32, 39, 46 dan 53 hari setelah tanam (hst) diinfestasi ulat instar III, masing-masing sebanyak 0; 0,25; 0,5; 1 dan 2 ekor/tanaman. Setelah infestasi, tanaman disungkup dengan kurungan kasa nilon berukuran 80 cm x 80 cm x 80 cm yang berkerangka besi siku. Pengamatan meliputi kerusakan daun, komponen hasil, dan hasil. Kerusakan daun dihitung setelah ulat menjadi prakepompong, kira-kira 10 hari setelah infestasi, atau pada saat tanaman mencapai stadia R1, R2, R3, R4 dan R5. Penghitungannya dilakukan dengan metode McKinney (3) yang keterangan notasinya disesuaikan untuk hama daun adalah sebagai berikut:
k
∑ (ni X vi)
i-1
P = ---------------- X 100%
NZ
di mana:
P = tingkat kerusakan daun;
ni = jumlah daun pada skala ke-i;
vi = nilai skala ke-i;
N = jumlah seluruh daun yang diamati;
Z = nilai skala tertinggi.
Nilai skala:
0 = tidak ada kerusakan;
1 = kerusakan < 25%;
2 = kerusakan 25-50%;
3 = kerusakan 50-75%;
4 = kerusakan > 75% dari luas daun yang diamati.
Komponen hasil dan hasil diamati segera setelah biji kedelai yang dipetik mencapai
kering panen. Pengamatan komponen hasil meliputi jumlah polong isi dan jumlah biji/tanaman serta bobot 100 biji. Pengamatan hasil berupa bobot biji total/tanaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kerusakan daun
Hasil analisis pengaruh infestasi ulat grayak terhadap kerusakan daun pada berbagai stadia pertumbuhan tanaman kedelai orba di semi-lapang menunjukkan bahwa kerusakan daun dipengaruhi oleh populasi ulat, stadia tanaman, dan interaksi antara populasi ulat dan stadia tanaman (Tabel 1).
Pengaruh interaksi antara populasi ulat dan stadia tanaman terhadap kerusakan daun disajikan pada Tabel 2, kerusakan daun akibat infestasi ulat sebanyak 0,25-2 ekor/ tanaman pada stadia R1-R5 bervariasi antara 8-79%.
Hubungan antara populasi ulat dan kerusakan daun pada stadia R1-R5 bersifat linier (Gambar 1). Kerusakan daun meningkat dengan makin meningkatnya populasi ulat. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa kerusakan daun merupakan fungsi dari populasi ulat pada stadia Rl-R5.
Kerusakan daun tertinggi akibat infestasi ulat pada berbagai populasi terjadi pada stadia R1 kemudian diikuti oleh R2, R3, R4 dan yang terendah pada R5 (Tabel 2). Perbedaan tingkat kerusakan daun ini disebabkan oleh pertumbuhan daun yang berlainan pada tiap stadium.
Kedelai Orba memiliki tipe pertumbuhan semi-determinit, ditandai dengan pertumbuhan daun yang tetap berlanjut meskipun telah terbentuk bunga. Pada tipe pertumbuhan demikian, stadium R1 terjadi pada saat pertumbuhan daun belum optimal, stadia R3-R4 mencapai optimal dan stadium R5 sudah melewati optimal. Karena pertumbuhan daun berbeda di antara stadia tanaman, maka serangan ulat mengakibatkan kerusakan daun yang berbeda pula. Tingkat kerusakan tinggi terjadi pada stadium yang pertumbuhan daunnya belum mencapai optimal, yaitu pada R1.
Komponen hasil
Hasil analisis pengaruh infestasi ulat terhadap komponen hasil pada berbagai stadia tanaman menunjukkan bahwa jumrah polong dan biji dipengaruhi oleh populasi ulat, tetapi tidak dipengaruhi oreh stadia tanaman dan interaksi antara populasi ulat dan stadia tanaman (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa infestasi ulat pada stadia R1-R5 memberikan pengaruh sama terhadap jumlah polong dan biji.
Infestasi ulat pada populasi 0,25 dan 0,5 ekor/tanaman tidak menunjukkan perbedaan nyata jika dibandingkan dengan kontrol, meskipun terjadi penurunan jumlah polong sebesar 9-12% dan jumlah biji sebesar 12-13%. Infestasi ulat pada populasi 1 dan 2 ekor/tanaman menurunkan jumlah polong sebesar 18-35% dan jumlah biji sebesar 22-39% (Tabel 3). Menurunnya jumlah polong dan biji tersebut mungkin disebabkan oleh bunga dan polong muda banyak yang gugur, serta polong banyak yang kempis akibat berkurangnya pengiriman hasil fotosintesis ke polong karena kerusakan daun (2).
Hubungan antara populasi ulat dan jumlah polong serta biji pada stadia R1-R5 bersifat linier (Gambar 2 dan 3). Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin berkurang jumlah polong dan biji. Kedua persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa jumlah polong dan biji merupakan fungsi kerusakan tanaman akibat infestasi ulat pada stadia R1-R5.
Hasil analisis pengaruh infestasi ulat terhadap bobot 100 biji pada berbagai stadia tanaman menunjukkan bahwa bobot biji tidak dipengaruhi oleh populasi ulat, stadia tanaman, dan interaksi antara populasi ulat dan stadia tanaman (Tabel 1).
Hasil
Hasil analisls pengaruh infestasi ulat terhadap hasil panen pada berbagai stadia tanaman menunjukkan bahwa hasil dipengaruhi oleh populasi ulat, tetapi tidak dipengaruhi oleh stadia tanaman dan interaksi antara populasi ulat dan stadia tanaman (Tabe1 1). Hal ini menunjukkan bahwa infestasi ulat pada stadia R1-R5 memberikan pengaruh sama terhadap hasil.
Infestasi ulat pada populasi 0,5 ekor/tanaman tidak memberikan pengaruh nyata, sedangkan pada populasi 1-2 ekor/tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap hasil (Tabel 3). Hal ini berarti bahwa tanaman kedelai mampu mentolerir kerusakan daun yang diakibatkan oleh 0,5 ekor ulat/tanaman, yaitu sebesar 27, 19, dan 16%, berturut-turut pada stadia R1, R2-4 dan R5 (Gambar 1).
Tengkano dan Sutarno (6) mengemukakan bahwa kerusakan daun kedelai Orba sebesar 25% pada stadia R1-R6 tidak mengakibatkan kehilangan hasil nyata. Tingkat toleransi tanaman terhadap kerusakan daun tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat toleransi tanaman yang dihasilkan dalam penelitian ini. Hal ini mungkin karena dalam penelitian tersebut, tingkat kerusakan daun ditentukan secara buatan dengan menggunting daun, sedangkan dalam penelitian ini dengan menginfestasi ulat.
Toleransi tanaman terhadap kerusakan daun ditunjukkan oleh kemampuan tanaman membentuk daun-daun baru sebagai kompensasi terhadap kerusakan daun. Di samping itu, kerusakan daun mengurangi pengaruh saling naung di antara dedaunan dan memungkinkan penetrasi cahaya mengenai tajuk daun di sebelah bawah sehingga hasil fotosintesis meningkat (7).
Hubungan antara populasi ulat dan hasil pada stadia R1-R5 bersifat linier (Gambar 4). Makin tinggi tingkat populasi ulat, makin berkurang hasil panen. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa hasil panen merupakan fungsi kerusakan tanaman akibat serangan ulat pada stadia R1-R5.
Berdasarkan persamaan regresi hubungan antara populasi ulat dan hasil panen di atas, dapat dihitung persamaan regresi kehilangan hasilnya, yaitu (% kehilangan hasil) = -0,022 + 19,282 (populasi ulat/tanaman). Nilai kehilangan hasil akibat inokulasi ulat disajikan pada Tabel 4.
Penentuan ambang ekonomi
Ambang ekonomi ulat grayak ditentukan dengan prinsip impas (break-even) pengendalian hama, yaitu nilai kehilangan hasil yang diselamatkan oleh tindakan pengendalian hama setara dengan biaya yang dikeluarkan untuk tindakan tersebut. Penghitungan ambang ekonomi dengan cara sebagai berikut:
1. Penentuan ambang perolehan, yaitu kehilangan hasil yang diselamatkan oleh tindakan pengendalian hama; besarnya
Biaya pengendalian (Rp/ha)
= --------------------------------------
Harga kedelai (Rp/kg)
2. Penentuan persentase kehilangan hasil untuk ambang perolehan (langkah 1); besarnya
Ambang perolehan (kg/ha)
= --------------------------------------
Potensi hasil (Rp/kg)
3. Penentuan persamaan regresi hubungan antara populasi ulat grayak dan persentase kehilangan hasil pada berbagai stadia tanaman; diperoleh dari hasil penelitian.
4. Penentuan ambang ekonomi ulat grayak instar 6; diperoleh dengan cara memasukkan nilai persentase kehilangan hasil untuk untuk ambang perolehan (langkah 2) ke dalam persamaan regresi pada langkah 3.
Biaya pengendalian untuk sekali aplikasi insektisida monokrotrofos 15 WSC sebesar Rp 29.250,00/ha dengan perincian sebagai berikut:
- Harga 2,5 l insektisida = Rp 18.000,00
- Upah 9 orng tenaga semprot = Rp 6.750,00
- Sewa 9 buah alat semprot = Rp 4.500,00
----------------------------------
Jumlah = Rp 29.250,00
Harga kedelai sebesar Rp 850,00/kg dan potensi hasil panen kedelai Orba sebesar 1500 kg/ha.
Berdasarkan persamaan regresi (% kehilangan hasil) = -0,022 + 19,282 (populasi ulat/tanaman), maka dengan memasukkan nilai kehilangan hasil sebesar 2,29% ke dalam persamaan regresi tersebut, ambang ekonomi ulat grayak instar VI dapat diperoleh, yaitu sebesar 0,12 ekor/tanaman atau seekor ulat/8 tanaman pada stadia R1-R5.
Dengan mengetahui jumlah butir telur/kelompok dan laju daya tahan hidup dari telur hingga pra kepompong, dapat ditentukan ambang ekonomi kelompok telur ulat grayak. Ambang ekonomi ulat grayak instar VI dibagi dengan persentase individu hidup sejak telur hingga pra kepompong kemudian dibagi dengan jumlah telur/kelompok.
Penghitungan ambang ekonomi tersebut bersifat statis, di mana hasilnya berlaku untuk situasi harga pasar tertentu. Dengan berubahnya harga pasar, maka nilai ambang ekonomi akan berubah pula. Untuk menentukan ambang ekonomi di suatu tempat, perlu diperoleh data dan harga kedelai pada saat itu. Dengan memasukkan komponen-komponen tersebut ke dalam langkah-langkah penentuan ambang ekonomi di atas, nilai ambang ekonomi baru dapat ditentukan.
KESIMPULAN
Hasil penelitian kehilangan hasil kedelai Orba karena ulat grayak di semi-lapang menunjukkan bahwa:
1. Kerusakan daun akibat infestasi ulat menurunkan komponen hasil dan hasil. Tingkat penurunan komponen hasil dan hasil di antara stadia R1-R5 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.
2. Tanaman kedelai mampu mentolerir kerusakan daun sebesar 16-27% pada stadia R1-R5 yang diakibatkan oleh infestasi ulat sebanyak 0,5 ekor/tanaman.
3. Hubungan antara populasi ulat dan kehilangan hasil pada stadia R1-R5 bersifat linier; makin tinggi tingkat populasi ulat, makin meningkat kehilangan hasilnya.
4. Dengan mengasumsikan biaya pengendalian hama sebesar Rp 29.250,00/ha dan harga kedelai sebesar Rp 850,00, maka ambang ekonomi ulat grayak sebesar seekor ulat instar VI/8 tanaman.
PUSTAKA
1. Ferro, D.N., B.J. Morzuch, and D. Margollies. 1983. Crop loss assessment of the Colorado potato beette (Coleoptera: Chrysomelidae) on potatoes in Western Massachusetts. J. Econ. Entomol. 76: 349-356.
2. Hanway, J.J. and H.E. Thompson. 1967. How a soybean plant develops. Special Report 53. Iowa State University of Science and Technology Cooperative Extension Service. Ames, Iowa, 18 p.
3. Horsfall, J.G. and A.E. Dimond. 1959. Plant pathology, an advanced treatise. Academic Press, New York and London. 1: 99-142.
4. Newsom, L,D., M. Kogan, F.D. Miner, R.L. Rabb, S.G. Turnipseed, and W.H. Whitcomb. 1980. General accomplishments toward better pest control in soybean, pp. 51-97. In C.B. Huffaker (Ed). New Technology of pest control. John Wiley and Sons, New York.
5. Stone, J.D. and L.P. Pedigo. 1972. Development and economic injury level of the green cloverworm on soybean in Iowa. J. Econ. Entomol. 65: 197-201.
6. Tengkano, W. and T. Sutarno. 1982. Influence of leaf attack at generative stage on yield of Orba soybean variety. Penelitian Pertanian. 2(2): 51-53.
7. Turnipseed, S.G. 1972. Response of soybeans to foliage losses in South Carolina. J. Econ. Entomol . 65: 224-229.
0 comments