44. Daya Makan dan Daya Rusak Ulat Grayak setelah Aplikasi Spodoptera litura Nuclear-polyhedrosis Virus pada Kedelai
January 24, 2019
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
Ads orthoshop
Arifin, M. dan M. Iman. 1993. Daya makan dan daya rusak ulat grayak setelah aplikasi
Spodoptera litura nuclear-polyhedrosis virus pada kedelai. Buletin Penelitian. 8: 1-8.
Muhammad Arifin dan Mohammad Iman
Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor
ABSTRACT. Leaf Consumption and Potential Damage of Cutworm after Spodoptera litura Nuclear-polyhedrosis Virus (SlNPV) Application on Soybean. Cutworm larvae are susceptible to SlNPV. Polyhedra isolated from infected larvae could be utilized as a biological agent to control cutworm. The objective of this research was to evaluate the effect of SlNPV on the leaf consumption and soybean leaf damaged by the cutworm larvae. The experiment was conducted in laboratory and greenhouse using randomized block design with 5 concentrations of polyhedra and control as treatments and replicated 10 times. Results indicated that the SlNPV applied at the concentration of 5 X 107 polyhedra inclusion bodies (PIBs)/ml with 50 ml/m2 spray volume was effective to control the cutworm. At that concentration, leaf consumed by the larvae was 31 cm2/larva and leaf damage caused by 10 larvae/hill was 39%. The age of the third instar larvae since applied by the SlNPV was about 10 days. Initial larval mortality was observed at 6 days after application (dap) and 80% mortality was occured at 13 dap.
KEY WORDS Leaf consumption and potential damage, cutworm, SlNPV, soybean
INTISARI Daya Makan dan Daya Rusak Ulatgrayak setelah Aplikasi Spodoptera litura Nuclear-polyhedrosis Virus pada Kedelai. Ulatgrayak bersifat rentan terhadap Spodoptera litura nuclear polyhedrosis virus (SlNPV). Oleh karena itu, isolat polyhedra ini dapat digunakan sebagai agensia hayati untuk mengendalikan ulatgrayak. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh SlNPV terhadap daya makan dan daya rusak ulatgrayak pada kedelai. Percobaan dilakukan di laboratorium dan rumah kaca menggunakan acak kelompok dengan 5 konsentrasi polyhedra dan kontrol sebagai perlakuan dan diulang l0 kali. Hasil percobaan menunjukkan bahwa SlNPV yang diaplikasikan pada konsentrasi 5 x 107 polyhedra inclusion bodies (PIBs)/ml dengan volume semprot 50 ml/m2 dinyatakan efektif terhadap ulatgrayak. Pada konsentrasi tersebut, daya makan ulat seluas 31 cm2/ekor dan daya rusak ulat 10 ekor/rumpun setinggi 39%. Umur ulat instar III sejak diaplikasi dengan SlNPV sekitar 10 hari. Kematian ulat mulai terjadi pada 6 hari setelah aplikasi (hsa) dan kematian ulat 80% terjadi pada 10 hsa.
KATA KUNCI Daya makan dan daya rusak, ulatgrayak, SlNPV, kedelai
Salah satu kendala penyebab susutya hasil panen kedelai adalah serangan hama ulatgrayak, Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae). Pengendalian hama tersebut sampai saat ini masih mengandalkan insektisida kimiawi sedangkan pengendalian secara hayati dengan memanfaatkan musuh alami belum banyak dilaporkan.
Spodoptera litura nuclear polyhedrosis virus (SlNPV) yang nama ilmiahnya adalah Borrelinavirus litura (Virales: Borrelinaceae) merupakan salah satu patogen yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai insektisida mikrobia dalam mengendalikan ulatgrayak (2). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa SlNPV yang diaplikasikan dengan konsentrasi 2,3 X 107 polyhedra inclusion bodies (PIBs)/ml sebanyak 50 ml/m2 dinyatakan efektif untuk mengendalikan ulatgrayak instar III. Awal kematian ulat terjadi pada 6 hari setelah aplikasi (hsa) dan kematian ulat sebesar 80% terjadi pada 12 hsa. Selama selang waktu antara saat aplikasi dan saat menjelang kematian, kegiatan makan ulat tetap berlangsung, sehingga masih dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman (4).
Mengingat kematian ulat yang tidak seketika, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menilai daya makan dan daya rusak ulatgrayak setelah mendapat perlakuan SlNPV di sekitar konsentrasi dan volume yang dianjurkan. Hasil panelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam merencanakan program pemanfaatran SINPV untuk mengendalikan ulatgrayak, baik sebagai komponen tunggal maupun yang dipadukan dengan komponen pengendalian lainnya.
BAHAN DAN METODE
Percobaan dilakukan mulai bulan Juli sampai dengan Oktober 1989 di laboratorium dan rumah kaca Kelompok Peneliti Entomologi, Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Kedelai varietas Wilis ditanam sebanyak 2 batang/rumpun di dalam pot plastik bergaris tengah 21 cm dan tinggi 19 cm. Tanaman dipelihara di lapang hingga stadia pembungaan (R1) saat tanaman siap digunakan sebagai bahan percobaan.
Ulatgrayak diperoleh dari hasil koleksi di daerah Bogor, kemudian dipelihara secara alamiah di laboratorium dengan pakan berupa daun talas hingga menjadi kepompong. Ngengat yang muncul dlkawinkan dan diberi pakan larutan madu 10% di dalam wadah yang bagian dalamnya dilapisi kertas filter untuk tempat ngengat meletakkan telur. Telur yang dihasilkan dipelihara hingga menetas menjadi ulat. Ulat instar III generasi ke dua digunakan sebagai bahan percobaan.
Sediaan SlNPV diperoleh dari hasil perbanyakan di laboratorium dengan cara menginfeksikan suspensi polyhedra standar yang disimpan di dalam almari pendingin ke ulat sehat. Strain SlNPV tersebut diperoleh dari daerah Lampung Tengah pada tahun i985.
Penelitian dilakukan dengan 2 unit percobaan, yakni daya makan ulat di laboratorium dan daya rusak ulat di rumah kaca setelah diaplikasi dengan SlNPV.
Daya makan ulat
Percobaan mengqunak;m rancangan acak kelomqok der'.gan 5 taraf pcrlakuan konsentrasi SlNPV, yakni 5 X 106, 1 X 107, 5 X 107, 1 X 108, 5 X 108 PlBs/ml, dan kontrol. Tiap perlakuan diulang 10 kali.
Supensi polyhedra dengan konsentrasi yang sesuai dengan perlakuan, diaplikasikan dengan volume semprot 50 ml/m2 ke tanaman kedelai yang ditumbuhkan di dalam pot sebanyak 15 rumpun/m2 (1 rumpun= 2 tanaman). Setelah kering-angin, tangkai daun dengan tiga helai anak daun pada ruas ke tiga atau ke empat dari pucuk dipetik, kemudian dipakankan ke ulat instar III. Ulat dipelihara secara tersendiri di dalam wadah plastik. Setelah 48 jam, daun diganti dengan daun yang segar. Penggantian daun dengan cara yang sama dilakukan setiap 24 jam.
Tolok ukur percobaan terdiri atas: a) daya makan, b) lama kehidupan ulat sejak diaplikasi dengan SlNPV hingga mati atau terbentuk kepompong, dan c) tingkat kematian ulat. Daya makan ditentukan dengan cara mengukur luas daun sebelum dan sesudah dipakankan ke ulat dengan metode planimetri (6). Selisih pengukuran keduanya dinyatakan sebagai daya makan ulat. Tingkat kematian ulat karena SlNPV untuk masing-masing perlakuan dikoreksi dengan formula Abbott (1) sebagai berikut:
p - C
P = ------------- (1)
100 - C
P = persentase kematian ulat karena SNPV,
P = persentase kematian ulat pada perlakuan,
C = persentase kematian ulat pada kontrol.
Daya rusak ulat
Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 5 taraf perlakuan konsentrasi SlNPV, yakni 5 X 106, 1 X 107, 5 X 107, 1 X 108, 5 X 108 PlBs/ml, dan kontrol. Tiap perlakuan diulang 5 kali.
Suspensi polyhedra dengan konsentrasi yang sesuai dengan perlakuan, diaplikasikan dengan volume semprot 50 ml/m2 ke tanaman kedelai yang ditumbuhkan di dalam pot sebanyak 15 rumpun/m2. Setelah kering angin, ulat instar III diinfestasikan ke tanaman sebanyak 10 ekor/rumpun, kemudian tanaman disungkup dengan kurungan plastik. Tingkat kerusakan ulat dihitung setelah ulat menjadi prakepompong. Penghitungan kerusakan daun dengan metode McKinney (5) yang keterangan notasinya diganti oleh penulis dan disesuaikan untuk hama daun sebagai berikut:
∑ (ni X vi)
P = ---------------- X 100% (2),
NZ
P = tingkat kerusakan tanaman,
ni = banyaknya daun pada skala ke-i,
vi = nilai skala ke-i,
N = jumlah seluruh daun yang diamati,
Z = nilai skala tertinggi.
Nilai skala: 0= tidak ada serangan; 1= kerusakan < 25%; 2 = kerusakan 25-50%;
3= kerusakan 50-75%; 4= kerusakan > 75% dari luas tiap helaian daun
yang diamati.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan pengaruh berbagai konsentrasi SlNPV terhadap tingkat kematian ulatgrayak disajikan dalam Tabel 1.
Di dalam kansep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), usaha mencegah terjadinya kerusakan ekonomi (economic damage) pada tanaman yang diakibatkan oleh serangan hama lebih diutamakan daripada memusnahkan sama sekali hama tersebut. Hal ini dimaksudkan agar hama sebagai inang musuh alami selalu tersedia pada tingkat populasi rendah yang tidak membahayakan tanaman. Tingkat kematian populasi hama yang dijadikan ukuran keefektifan suatu cara pengendalian adalah sebesar 80% (7). Berdasarkan konsep PHT tersebut, konsentrasi SlNPV 1 X 107 dan 5 X 107 PIBs/ml dinyatakan efektif untuk mengendalikan ulatgrayak. Hubungan antara tingkat kematian dan umur ulat setelah diaplikasi dengan SlNPV pada berbagai konsentrasi disajikan pada Gambar 1. Persamaan regresi hubungan tersebut disajikan dengan model (3) dan parameter dugaannya disajikan dalam Tabel 2.
Y = a Xb (3),
Y = tingkat kematian ulat (proporsional),
X = hari setelah aplikasi,
a dan b = parameter dugaan regresi.
Kematian ulat akibat infeksi SlNPV pada konsentrasi tinggi relatif lebih cepat daripada konsentrasi rendah. Pada konsentrasi SlNPV 1 X 107 dan 5 X 107 PIBs/ml, kematian ulat mulai terjadi pada 6 hsa. Tingkat kematian ulat sebesar 80% pada kedua konsentrasi tersebut, masing-masing dicapai pada 14 dan 13 hsa. Hasil pengamatan ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa awal kematian ulat instar III akibat aplikasi SlNPV dengan konsentrasi sebesar 2,3 X 107 PIBs/ml terjadi pada 6 hsa dan tingkat kematian ulat sebesar 80% dicapai pada 12 hsa (2).
Daya makan ulat pada konsentrasi 1 X 107 dan 5 X 107 PIBs/ml berbeda secara nyata jika dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1). Hal ini berarti bahwa selama selang waktu antara saat aplikasi SlNPV dan saat kematian ulat, daya makan ulat yang bertahan hidup menjadi berkurang.
Hubungan antara daya makan ulat dan umur ulat setelah diaplikasi dengan SlNPV pada berbagai konsentrasi disajikan pada Gambar 2. Persamaan regresi hubungan tersebut disajikan dengan model (4) dan parameter dugaannya disajikan dalam Tabel 3.
Y = β log (X - 5) (4),
Y = daya makan ulat,
X = hari setelah aplikasi,
Β = parameter dugaan regresi.
Pada Gambar tersebut tampak bahwa daya makan ulat pada konsentrasi 1 X 107 PIBs/ml adalah sebesar 72 cm2/ekor atau menurun 67%, dan pada konsentrasi 5 X 107 PIBs/ml sebesar 31 cm2/ekor atau menurun 86%. Pada kedua konsentrasi tersebut, daya makan ulat mulai tampak menurun pada 8 hsa.
Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi SlNPV terhadap kerusakan daun akibat serangan ulatgralak instar III di rumah kaca disajikan dalam Tabel 1. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa ulat instar III sebanyak 10 ekor/rumpun yang diaplikasi dengan SlNPV berkonsentrasi rendah mengakibatkan kerusakan daun yang relatif lebih besar daripada ulat yang diaplikasi dengan konsentrasi tinggi. Konsentrasi 1 X 107 PIBs/ml dan 5 X 107 PIBs/ml mampu menurunkan kemampuan ulat dalam merusak daun, masing-masing menjadi sebesar 63 dan 39%.
Hasil penelitian terdahulu tentang kehilangan hasil kedelai akibat infestasi ulatgrayak menunjukkan bahwa ulat instar III sehat sebanyak 2 ekor/rumpun pada stadia vegetatif hingga pengisian polong mampu mengakibatkan kerusakan daun, rataan sebesar 39% (3). Tingkat kerusakan daun yang sama juga dapat diakibatkan oleh infestasi ulat instar III sebanyak 10 ekor/mmpun yang diaplikasi dengan SlNPV berkonsentrasi 5 X 107 PIBs/ml (Tabel 3). Jika kedua hasil penelitian tersebut dibandingkan, maka berdasarkan tingkat kerusakan daun yang sama, terdapat peningkatan toleransi kerusakan daun akibat infestasi ulat yang diaplikasi SlNPV sebesar 10–2= 8 ekor/rumpun atau 80%.
Mengingat bahwa aplikasi SlNPV dengan konsentrasi 5 X 107 PIBs/ml terhadap ulat instar III mengakibatkan tingkat kematian, umur bertahan hidup, dan saat awal kematian ulat yang sama, saat kematian uiat sebesar 80% yng lebih cepat, daya makan dan daya rusak yang lebih rendah daripada konsentrasi 1 X 107 PIBs/ml, maka pengendalian ulatgrayak instar III yang efektif dan efisien dapat dilakukan dengan konsentrasi 5 x 107 PlBs/ml.
Jadi, apabila SlNPV dengan konsentrasi 5 X 107 PIBs/ml diaplikasikan untuk mengendalikan ulatgrayak instar III, tingkat kematian ulat 80% tercapai pada 13 hsa. Seiama selang waktu antara saat aplikasi dan saat kematian ulat, daya makan ulat mencapai sekitar 31 cm2/ekor, atau menurun 86% dan daya rusak ulat sebanyak 10 ekor/rumpun mencapai sekitar 39% atau menurun 57%.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, nyatalah bahwa SlNPV dapat dikembangkan sebagai insektisida biologis untuk mengendalikan ulatgrayak. Berbeda dengan insektisida kimiawi, dampak kematian ulat akibat SlNPV tidak tampak seketika. Hal ini karena di dalam tubuh ulat berlangsung proses biologis yang membutuhkan waktu beberapa hari sejak SlNPV menginfeksi hingga ulat mati. Kerusakan daun yang terjadi selama selang waktu tersebut tidak membahayakan tanaman apabiia SlNPV diaplkasikan dengan konsentrasi 5 X 107 PIBs/ml dan volume 50 ml/m2. Akan tetapi, meskipun tidak membahayakan tanaman, aplikasi SlNPV sebaiknya ditujukan terhadap ulat instar I-III yang sifatnya rentan terhadap SlNPV.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, disimpulkan bahwa pengendalian ulatgrayak yang efektif dapat dilakukan dengan mengaplikasikan SlNPV dengan konsentrasi 5 X 107 PIBs/ml sebanyak 50 ml/m2. Aplikasi SlNPV tersebut mengakibatkan terjadinya kematian ulat sebesar 80% pada 11 hsa. Selama selang waktu antara saat aplikasi SlNPV dan saat kematian ulat, daya makan ulat mencapai 31 cm2/ekor atau menurun 86% dan daya rusak ulat mencapai 39% atau menurun 57%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Arisyad Marandi, alumnus Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Saudara Burhanudin, teknisi di Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.
PUSTAKA
1. Abbott, W. S. 1925. A method of computing the effectiveness of an insecticide. J. Econ. Entomol. 18: 265-267.
2. Arifin, M. 1988. Pengaruh konsentrasi dan volume nuclear polyhedrosis virus terhadap kematian ulatgrayak kedelai (Spodoptera litura F.). Penelitian Pertanian. 8(1): 12-14.
3. Arifin, M. dan A. Rizal. 1989. Ambang ekonomi ulatgrayak (Spodoptera litura F.) pada tanaman kedelai varietas Orba. Penelitian Pertanian 9(2): 71-77.
4. Hall, I. M. 1957. Use of a polyhedrosis virus to control the cabbage looper on lettuce in Califomia. J. Econ. Entomol. 50: 551-553.
5. Horsfall, J. G. and A. E. Dimond. 1959. Plant pathology, an advanced treatise l:99-142.
6. Kogan, M. and S.G. Turnipseed. 1980. Soybean growth and assessment of damage by arthropods, pp. 3-29. In M. Kogan and D.C. Herzog (Eds.). Sampling methods in soybean entomology. Springer-Verlag, New York.
7. Mumford, J. D. and G. A. Norton. 1984. Economics of decision making in pest management. Ann. Rev. Entomol. 29: 157- 174.
0 comments