8. Kemampuan Lycosa pseudoannulata Boes. et Str. Memangsa Wereng Coklat pada berbagai Tingkat Ketahanan Padi

January 03, 2019
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita arrow
Ads orthoshop info

Arifin, M., S. Wirjosuhardjo, S. Mangoendihardjo, dan K. Untung. 1985. Kemampuan Lycosa pseudoannulata Boes. et Str. memangsa wereng coklat pada berbagai tingkat ketahanan padi. Penelitian Pertanian. 5(1): 40-42.

Muhammad Arifin1, Samino Wirjosuhardjo2,
Soeprapto Mangoendihardjo2, dan Kasumbogo Untung2
1 Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor
2 Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada

                                                  
ABSTRACT

Predation by Lycosa pseudoannulata on Brown Planthopper on Resistant Rice Varieties. This laboratory study investigated predation by the wolf spider L. pseudoannulata Boes. et Str. of brown planthopper (BPH) Nilaparvata lugens biotype 2. It also studied the effectiveness of combining biological control by the spider with rice varieties resistant to BPH. At BPH populations ranging from 5 to 100 per plant, one spider predated 41-60% of BPH nymphs, or 22-52% of BPH adults each day. With 20 BPH per plant, 4 spiders predated 61% of nymphs and 83% of adults each day. Predation by the spider raised the BPH mortality rate on moderately resistant rice varieties to the same level as on highly resistant varieties without the spider. L. pseudoannulata could thus be combined with moderately resistant varieties to suppress BPH numbers.


Wereng coklat Nilaparvata lugens Stal. (Homoptera, Delphacidae) sampai saat ini masih merupakan masalah penting pada pertanaman padi di Indonesia. Pengendalian hama ini telah diusahakan dengan memadukan berbagai cara yang serasi, antara lain penggunaan varietas tahan dan musuh alami (6).
Watson et al. (8) mengemukakan, bahwa varietas yang ketahanannya tinggi dapat digunakan secara tersendiri sebagai tindakan utama, sedangkan yang ketahanannya sedang perlu dipadukan dengan cara lain misalnya musuh alami. Menurut Kogan (5), penggunaan varietas yang ketahanannya sedang atau musuh alami secara tersendiri kurang efektif, tetapi apabila keduanya dipadukan dapat lebih efektif.
Musuh alami wereng coklat terdiri dari 43 jenis parasit dan patogen serta 37 jenis predator (1). Predator wereng coklat yang termasuk penting adalah laba-laba Lycosa pseudoannulata Boes. et Str. (Araneae, Lycosidae) (2).
Tulisan ini mengungkapkan kemampuan laba-laba L. pseudoannulata dalam memangsa wereng coklat, dan hasil perpaduan ketahanan varietas dan kemampuan memangsa laba-laba L. pseudoannulata dalam mengendalikan populasi wereng coklat.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilakukan di laboratorium Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dari bulan April sampai dengan Desember 1982. Bahan yang digunakan adalah empat varietas padi yang mempunyai berbagai tingkat ketahanan terhadap wereng coklat biotipe 2, yaitu PB 26 (rentan), Citanduy (sedang), Cisadane (sedang), dan PB 36 (tahan), laba-laba L. pseudoannulata betina dewasa (segera setelah pergantian kulit kedelapan), dan wereng coklat biotype 2.
Bibit padi berumur 21 hari ditanam sebanyak tiga tanaman per pot. Setelah berumur dua bulan, tanaman disungkup dalam kurungan plastik tembus cahaya dengan ventilasi kain kasa. Laba-laba dan wereng masing-masing dipelihara menurut metode Gavarra dan Raros (3), dan Sugimoto (7). Semua percobaan diulang empat kali.

Kemampuan Laba-laba Memangsa Wereng Coklat

Populasi wereng berbeda. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan tujuh perlakuan. Wereng nimfa instar I dan II, serta wereng dewasa, masing-masing sebanyak 1, 5, 10, 20, 50, dan 100 ekor, diinokulasikan pada padi PB 26 bersama-sama dengan pelepasan seekor laba-laba. Sebagai pembanding, wereng sebanyak 100 ekor diinokulasikan pada padi PB 26 tanpa laba-laba. Pengamatan banyaknya wereng yang mati dilakukan setiap hari selama 3 hari. Setiap selesai pengamatan, wereng yang mati diganti dengan yang baru sehingga banyaknya tetap.

Populasi laba-laba berbeda. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan. Wereng nimfa instar I dan II, serta wereng dewasa, masing-masing sebanyak 20 ekor, diinokulasikan pada padi PB 26 bersama-sama dengan pelepasan laba-laba sebanyak 1, 2, 4, 10, dan 20 ekor. Sebagai pembanding, wereng sebanyak 20 ekor diinokulasikan pada padi PB 26 tanpa laba-laba. Pengamatan banyaknya wereng yang mati dilakukan setiap hari selama 3 hari. Setiap selesai pengamatan, wereng yang mati diganti dengan yang baru sehingga banyaknya tetap.

Ketahanan Varietas dan Pemangsaan Laba-laba

Populasi wereng berbeda. Populasi wereng coklat nimfa instar I dan II mulai dari hari pertama sampai kelima berturut-turut adalah 5, 10, 20, 50, dan 100 ekor. Wereng diinokulasikan pada padi yang mempunyai berbagai tingkat ketahanan terhadap wereng coklat rentan (PB 26), sedang (Citanduy dan Cisadane), dan tahan (PB 36). Pada hari pertama dilakukan pelepasan seekor laba-laba. Sebagai pembanding, pada padi yang telah diinokulasi wereng tidak dilakukan pelepasan laba-laba. Pengamatan banyaknya wereng yang mati dilakukan pada hari berikutnya. Setelah pengamatan, banyaknya wereng disesuaikan dengan perlakuan pada hari itu. Percobaan diulang empat kali dan menggunakan rancangan petak terpisah dengan perlakuan empat varietas sebagai petak utama, serta populasi laba-laba (dengan dan tanpa) sebagai anak petak.

Populasi wereng asal telur hasil inokulasi induk. Empat ekor wereng dewasa betina yang siap meletakkan telur diinokulasikan pada padi yang mempunyai berbagai tingkat ketahanan terhadap wereng coklat. Tiga hari setelah nimfa pertama tampak, populasi wereng dihitung, dan seekor laba-laba kemudian dilepas, kecuali pada pot pembanding. Pengamatan banyaknya wereng yang mati dilakukan pada hari ke 2, 4, dan 6 setelah pelepasan laba-laba. percobaan menggunakan rancangan petak terpisah dengan perlakuan empat varietas sebagai petak utama, dan populasi laba-laba (dengan dan tanpa) sebagai anak petak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemampuan Laba-laba Memangsa Wereng Coklat

Analisis kemampuan laba-laba memangsa wereng coklat pada berbagai tingkat populasi dengan populasi laba-laba tetap (seekor) disajikan pada Tabel 1. Pada populasi 5 sampai 100 ekor wereng nimfa dan wereng dewasa, seekor laba-laba memiliki kemampuan memangsa yang tidak berbeda nyata, yaitu masing-masing sebesar 4l-60% serta 22-52% per hari.
Pada populasi 20 ekor wereng nimfa instar I dan II maupun wereng dewasa, seekor laba-laba mampu memangsa sekitar 44%, sehingga dapat mengendalikan populasi wereng sampai di bawah ambang ekonomi (ambang ekonomi hama wereng coklat menurut beberapa penulis adalah sebanyak 10-20 ekor per rumpun) (4). Pada populasi wereng 50 ekor per rumpun, kemampuan seekor laba-laba memangsa 46% wereng tidak dapat mengendalikan populasi tetap di bawah ambang ekonomi.
Analisis kemampuan berbagai tingkat populasi laba-laba dalam memangsa wereng coklat dengan populasi wereng tetap (20 ekor) disajikan pada Tabel 2. Baik pada populasi wereng nimfa instar I dan II maupun wereng dewasa, kemampuan memangsa oleh laba-laba 4, 10, dan 20 ekor tidak berbeda nyata, tetapi masing-masing berbeda nyata dengan kemampuan 1 dan 2 ekor laba-laba.
Pada populasi 4 ekor, laba-laba memiliki kemampuan memangsa yang optimal, yaitu untuk wereng nimfa instar I dan II, dan wereng dewasa masing-masing sebesar 60,9 dan 83,0%. Hasil tersebut memberi kemungkinan, bahwa apabila terdapat populasi wereng pada batas ambang ekonomi, laba-laba 4 ekor per rumpun atau lebih dapat mengendalikan populasi wereng tetap di bawah ambang ekonomi.
Rata-rata persentase pemangsaan wereng per ekor laba-laba berkurang dengan bertambahnya populasi laba-laba per 20 ekor wereng. Kenyataan ini menunjukkan kemungkinan terjadinya kompetisi di antara individu laba-laba sehingga efisiensi pemangsaannya rendah.

Ketahanan Varietas dan Pemangsaan Laba-laba

Analisis perpaduan antara varietas tahan dan laba-laba pada populasi wereng berbeda disajikan pada Tabel 3. Kematian wereng pada varietas PB 26 dengan laba-laba tidak berbeda nyata dengan varietas Citanduy dengan dan tanpa laba-laba maupun varietas Cisadane tanpa laba-laba, yaitu sebesar 28-42%. Pada varietas PB 36, kematian wereng tanpa laba-laba tidak berbeda nyata dengan varietas Citanduy dan Cisadane dengan laba-laba, yaitu sebesar 42-53%.
Analisis perpaduan antara varietas tahan dan laba-laba pada populasi wereng asal telur hasil inokulasi induk disajikan pada Tabel 4. Pada pengamatan hari kedua dan keempat, kematian wereng pada varietas PB 26 dengan laba-laba (10-31%) tidak berbeda nyata dengan varietas Citanduy dan Cisadane tanpa laba-laba (masing-masing 8-30% dan 11-26%). Kematian wereng pada varietas PB 36 tanpa laba-laba (21-58%) tidak berbeda nyata dengan varietas Citanduy dan Cisadane dengan laba-laba, masing-masing sebesar 13-52% dan 19-61%.
Kemampuan laba-laba pada varietas rentan dalam menurunkan populasi wereng coklat sama dengan kemampuan varietas dengan ketahanan sedang secara tersendiri. Demikian pula kemampuan laba-laba pada varietas dengan ketahanan sedang sama dibandingkan dengan penggunaan varietas tahan secara tersendiri. Jadi dalam pengendalian wereng coklat, di samping masih diperlukan penggunaan varietas dengan ketahanan tinggi secara tersendiri sebagai tindakan utama, dapat digunakan pula varietas dengan ketahanan sedang yang dipadukan dengan musuh alami. Kemampuan laba-laba pada varietas rentan dalam menurunkan populasi wereng coklat sama dengan kemampuan varietas dengan ketahanan sedang secara tersendiri. Demikian pula kemampuan laba-laba pada varietas dengan ketahanan sedang sama dibandingkan dengan penggunaan varietas tahan secara tersendiri. Jadi dalam pengendalian wereng coklat, di samping masih diperlukan penggunaan varietas dengan ketahanan tinggi secara tersendiri sebagai tindakan utama, dapat digunakan pula varietas dengan ketahanan sedang yang dipadukan dengan musuh alami.

KESIMPULAN

Kemampuan laba-laba L. pseudoannulata memangsa wereng coklat beragam tergantung pada populasi wereng dan laba-laba serta ketahanan varietas padi.
Seekor laba-laba memiliki kemampuan memangsa per hari yang sama pada populasi 5-100 ekor wereng nimfa (instar I dan II) dan wereng dewasa, yaitu masing-masing sebesar 41-60% dan 22-52%. Pada populasi wereng 20 ekor, laba-laba sebanyak 4 ekor per rumpun memiliki kemampuan memangsa per hari yang optimum, yaitu sebesar 61% terhadap wereng nimfa instar I dan II, dan 83% terhadap wereng dewasa.
Perpaduan antara varietas dengan ketahanan sedang dengan laba-laba memiliki kemampuan mengendalikan populasi wereng coklat sama dengan varietas tahan secara tersendiri tanpa laba-laba.

PUSTAKA

1. Chiu, S.C. 1977. Biological control of the brown planthopper, pp. 11-3. In: Brown Planthopper Symposium, 18-22 April 1977. lnt. Rice Res. Inst., Los Banos, Laguna, Philippines.
2. Dyck, V.A., and G.C. Orlido. 1977. Control of the brown planthopper (Nilaparvata lugens) by natural enemies and timely application of narrow-spectrum insecticides, pp. 58-72. In: The rice brown planthopper. FFTC, ASPAC, Taipei.
3. Gavarra, M.R., and R.S. Raros. 1975. Studies on the biology of the predatory wolf spider, Lycosa pseudoannulata Boes. et Str. (Araneae: Lycosidae). Philipp. Ent. 2(6): 427-44.
4. Heinrichs, E.A., R.C. Saxena, and S. Chelliah, 1979. Development and implementation of insect pest management systems for rice in tropical Asia. Ext. Bull. 127. FFTC, ASPAC, Taipei. 38 p.
5. Kogan, M. 1975. Plant resistance in pest management, pp. 103-46. In: Introduction to insect pest management. J. Wiley, New York.
6. Oka, I.N. 1978. Usaha-usaha penerapan konsep pengelolaan hama (pest management) di Indonesia, khususnya terhadap hama wereng, pp. 51-71. Dalam: Prosiding Seminar Hama Wereng Tanaman Padi. Yogyakarta, 1-3 Juni 1976. Fak. Pert. Univ. Gadjah Mada dan Dit. Perlindungan Tanaman Pangan.
7. Sugimoto, A. 1977. A method of mass-rearing rice green leafhoppers, pp. 248-56. In: The rice brown planthopper. FFTC, ASPAC, Taipei.
8. Watson, T.F., L. Moore, and C.W. Ware. 1976. Practical insect pest management: a self instruction manual. W.H. Freeman, San Francisco. 196 p.

You Might Also Like

0 comments

stats

Flickr Images