REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat sepak bola Edi Elison menyatakan keputusan Komite Banding terbilang logis dan menjadi kesempatan besar bagi kubu George Toisutta dan Arifin Panigoro untuk menggelar Kongres Luar Biasa (Kongreslub). Apalagi jika dukungan itu benar seperti yang diakui tim sukses mereka yang mencapai 61 suara, kata Edi kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (26/2).
"Mereka sangat bisa untuk menggelar Kongreslub jika suara GT dan AP memang benar seperti itu. Mereka kini harus menghimpun anggotanya untuk melaksanakan hal itu dan melaporkannya ke Komite Eksekutif," katanya.
Menurut Edi yang juga mantan pengurus PSSI ini, Kongreslub PSSI ini dapat dilakukan karena keputusan Komding berakhir 'deadlock' tanpa keputusan. Kongreslub ini sudah tercatat di dalam statuta FIFA pasal 22 ayat 4 yang berbunyi Komite Eksekutif harus menyelenggarakan Kongreslub apabila 1/5 dari anggota mengajukan permohonan secara tertulis.
Keinginan ini harus tertulis di dalam agenda. Kongres harus digelar tiga bulan sejak diterima permohonan. Komite Banding Pemilihan PSSI sendiri telah memutuskan menolak pengajuan banding yang diajukan oleh dua bakal calon ketua umum PSSI George Toisutta dan Arifin Panigoro, serta dua bakal calon anggota Komite Eksekutif Sihar Sitorus dan Tuty Dau.
Selain itu, keputusan yang dibuat oleh Komite Pemilihan juga dianggap tidak ada sehingga dengan demikian belum ada calon untuk menjadi pengurus PSSI periode 2011-2015. Selanjutnya, komite yang dikepalai oleh Tjipta Lesmana itu menyerahkan kembali kepada PSSI.
Sebelumnya, Anggota Komisi X DPR RI Dedi Gumilar menilai dengan ada keputusan seperti itu ada kesempatan bagi para anggota PSSI untuk mengikuti kondisi yang ada. Para anggota PSSI bahkan dapat mencari calon-calon lain yang sesuai dengan keinginan mereka.
"Ini dapat dikatakan dimulai dari nol lagi, sehingga ada calon yang bisa diusung sebanyak-banyaknya. Keputusan Komding menjadi langkah bijak menurut saya," kata Dedi kepada wartawan, Jumat.
Sebagai pemegang hak suara, para Pengprov dan klub menjadi kunci utama perubahan pada sepak bola Indonesia, karena mereka yang akan nantinya memilih Ketua Umum PSSI periode 2011-2015. "Sebagai pemegang hak suara, mereka seharusnya bisa memegang moralitas jangan justru membuat masalah seperti ini menjadi tidak terkendali," katanya.
"Mereka sangat bisa untuk menggelar Kongreslub jika suara GT dan AP memang benar seperti itu. Mereka kini harus menghimpun anggotanya untuk melaksanakan hal itu dan melaporkannya ke Komite Eksekutif," katanya.
Menurut Edi yang juga mantan pengurus PSSI ini, Kongreslub PSSI ini dapat dilakukan karena keputusan Komding berakhir 'deadlock' tanpa keputusan. Kongreslub ini sudah tercatat di dalam statuta FIFA pasal 22 ayat 4 yang berbunyi Komite Eksekutif harus menyelenggarakan Kongreslub apabila 1/5 dari anggota mengajukan permohonan secara tertulis.
Keinginan ini harus tertulis di dalam agenda. Kongres harus digelar tiga bulan sejak diterima permohonan. Komite Banding Pemilihan PSSI sendiri telah memutuskan menolak pengajuan banding yang diajukan oleh dua bakal calon ketua umum PSSI George Toisutta dan Arifin Panigoro, serta dua bakal calon anggota Komite Eksekutif Sihar Sitorus dan Tuty Dau.
Selain itu, keputusan yang dibuat oleh Komite Pemilihan juga dianggap tidak ada sehingga dengan demikian belum ada calon untuk menjadi pengurus PSSI periode 2011-2015. Selanjutnya, komite yang dikepalai oleh Tjipta Lesmana itu menyerahkan kembali kepada PSSI.
Sebelumnya, Anggota Komisi X DPR RI Dedi Gumilar menilai dengan ada keputusan seperti itu ada kesempatan bagi para anggota PSSI untuk mengikuti kondisi yang ada. Para anggota PSSI bahkan dapat mencari calon-calon lain yang sesuai dengan keinginan mereka.
"Ini dapat dikatakan dimulai dari nol lagi, sehingga ada calon yang bisa diusung sebanyak-banyaknya. Keputusan Komding menjadi langkah bijak menurut saya," kata Dedi kepada wartawan, Jumat.
Sebagai pemegang hak suara, para Pengprov dan klub menjadi kunci utama perubahan pada sepak bola Indonesia, karena mereka yang akan nantinya memilih Ketua Umum PSSI periode 2011-2015. "Sebagai pemegang hak suara, mereka seharusnya bisa memegang moralitas jangan justru membuat masalah seperti ini menjadi tidak terkendali," katanya.